Buku ‘Alor Damai’ Hasil Kerja Tim 10 Menuai Protes, Isinya Diduga Hina Ketua DPRD

Ketua Tim Mediasi, Drs. H Jusran Moh. Tahir memperlihatkan buku cetakan tim mediasi yang menuai protes. Buku itu sudah dikumpulkan semua ke Jusran Tahir untuk disimpan. FOTO: JOKA

KALABAHI, WARTAALOR.com – Belum hilang dalam ingatan sebagian publik Kabupaten Alor, NTT terkait peristiwa tanggal 9 Juli 2021 lalu. Dimana sejumlah tokoh Alor, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan yang tergabung dalam tim 10 sebagai tim mediasi, mendamaikan Bupati Alor, Drs. Amon Djobo dan Ketua DPRD Enny Anggrek, SH. Proses damai berlangsung di Alun-alun Rumah Jabatan Bupati setelah beberapa bulan terjadi perseteruan hebat saling melapor antara kedua petinggi Alor itu.

Setelah urusan damai itu selesai, satu bulan kemudian atau sekitar awal Agustus 2021, tim mediasi yang diketuai Drs. H. Jusran Moh. Tahir diduga diam-diam menerbitkan buku dengan judul ‘Alor Damai’. Buku setebal 46 halaman itu isinya memuat tentang sekapur sirih, daftar hadir, foto dan notulen usul saran dari peserta rapat, mulai dari rapat pembentukan tim 10 yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Alor, Drs. Soni O. Alelang tanggal 21 Juni 2021 hingga proses damai terjadi tanggal 9 Juli 2021.

Bacaan Lainnya

Anehnya, buku itu dicetak dalam jumlah terbatas atau hanya 10 eksemplar saja sebagai dokumentasi internal tim dan tidak dibagikan kepada siapapun, termasuk Bupati Amon Djobo dan Ketua DPRD Enny Anggrek serta para asisten Setda Alor. Setelah cetak, Ketua Tim Mediasi Jusran Tahir sebelum membagikan kepada anggotanya, juga dengan tegas meminta agar buku tersebut tidak disebarluaskan.

Akan tetapi, informasi tentang keberadaan buku justru ‘bocor’ hingga ke telinga Ketua DPRD Enny Anggrek. Dia kemudian protes keras dan meminta tim 10 segera klarifikasi setelah mengetahui ada beberapa poin tulisan dalam buku tersebut diduga berbau penghinaan terhadap dirinya. Enny Anggrek juga mengancam bila tidak lakukan klarifikasi maka ia siap melaporkan tim mediasi ke polisi. Berdasarkan permintaan itu, ketua tim mediasi dan anggota kemudian menemui Enny Anggrek di Kantor DPRD Alor, Jumat, (17/9/21) untuk memberikan klarifikasi.

Dalam pertemuan yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh, SH, Enny Anggrek mempertanyakan keberadaan buku tersebut. Enny Anggrek marah besar karena buku tanpa identitas penerbit itu diduga didesain secara sepihak. Sebab isinya, menurut Enny Anggrek diduga hanya menjelekkan terhadap dirinya dan juga jabatan yang ia emban.

Seperti pernyataan tokoh pemuda Alor Denny Lalitan dalam buku yang merasa kuatir terhadap Enny Anggrek karena punya gangguan kejiwaan. Menurut Enny Anggrek, kalaulah isi buku tersebut memuat tentang notulen usul saran dan masukan, kenapa penyampaian dia tentang Bupati Alor Amon Djobo diduga pukul masyarakat, penghinaan terhadap oknum anggota TNI dan juga penghinaan staf Kemensos RI tidak termuat dalam buku.

“Siapa yang cetak ini buku ..? Tujuannya untuk apa..? Dan kenapa hanya 10 eksemplar saja..? Kalau mau muat notulen harusnya muat semua. Kenapa saya omong bupati diduga pukul masyarakat, penghinaan anggota TNI dan juga staf Kemensos RI dan lain-lain tidak termuat di dalam..? Ini suatu penghinaan terhadap saya secara pribadi dan jabatan ketua DPRD,” tanya Enny Anggrek dengan nada tegas.

Ketua DPC PDI-P Alor ini juga mempertanyakan logo dua tangan pada cover depan buku layak orang berjabat tangan sebagai simbol damai yang mana tangan satu warna hitam dan satunya warna putih. Enny Anggrek menduga logo berjabat tangan itu melambangkan rasis.

“Kenapa koq.. gambar berjabat tangan di halaman depan ini tangan satu warna hitam dan satunya warna putih..? Haa…ini maksudnya apa? Ini ada indikasi rasis atau apa..? Tolong dijelaskan..!,” tegas Enny Anggrek.

Menurut Enny Anggrek, dirinya mendapat buku tersebut pada tanggal 6 Agustus 2021, setelah ada oknum tidak diketahui identitasnya bawa dan taruh di depan Rumah Jabatan Ketua DPRD. Menurutnya, buku itu hasil copy warna yang diisi dalam amplop warna coklat dan tidak ada nama pengirim.

“Saya tidak tahu ini buku siapa yang bawa datang di rumah jabatan. Karena tidak ada nama pengirim. Kemungkinan orang itu bawa datang taruh di depan rumah terus langsung pulang,” ungkap Enny Anggrek.

Dia menandaskan, setelah melihat ada kiriman amplop warna coklat, ia kemudian buka dan ternyata isi didalamnya ada satu buah buku yang berjudul Hasil Kerja Tim Mediasi Kabupaten Alor Damai.

“Jadi setelah saya baca-baca ada daftar hadir rapat dengan foto-foto, ada sekapur sirih dari Ketua Tim Mediasi Jusran Tahir dan notulen rapat. Saya protes kenapa isinya sepihak..? Kenapa..Denny Lalitan bilang dia kuatir saya punya gangguan kejiwaan itu dimuat didalam..? Kalau saya gangguan kejiwaan saya tidak mungkin lulus kesehatan waktu calon anggota DPRD,” tanya Enny Anggrek dengan nada tegas sambil memperlihatkan buku kepada peserta rapat tersebut.

Dia menandaskan, buku yang dicetak itu ada susunan notulen rapat yang diduga memfitnah dan menghina terhadap dirinya dan juga jabatan yang ia emban. Enny Anggrek menegaskan, notulen rapat dibuat oleh Bagian Pemerintahan Setda Alor secara sepihak kemudian dicetak. 

“Sangat memalukan, mediasi yang dipaksa secara arogan dan intimidasi terhadap Ketua DPRD, yang seharusnya melahirkan kesepakatan bersama tapi aneh hanya berisi notulen rapat yang mendiskreditkan/menghakimi saya,” timpal Enny Anggrek.

Rapat klarifikasi itu, tim mediasi meminta maaf kepada Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.

Anggota tim mediasi, Dorsila Pulinggomang menjelaskan bahwa tim mediasi tidak punya maksud lain terkait desain logo berjabat tangan warna hitam putih itu. Menurut Dorsila, logo berjabat tangan hitam putih tidak melambangkan rasis seperti disampaikan Enny Anggrek.

Anggota tim mediasi lainnya, Denny Lalitan juga menyampaikan klarifikasi terkait pernyataan gangguan kejiwaan yang dialamatkan kepada Enny Anggrek. Denny Lalitan menekan bahwa pernyataan tersebut hanyalah sebuah praduga dan bukan tuduhan.

Anggota tim mediasi, H. Abdul Kadir Kawali pada kesempatan itu juga menyarankan agar sebaiknya buku yang sudah dibagikan itu dikumpulkan kembali dan dibakar agar tidak lagi menimbulkan polemik berkepanjangan.

Sementara itu, Ketua Tim Mediasi H. Jusran Tahir menjelaskan, buku yang diterbitkan itu isinya memuat tentang sekapur sirih, daftar hadir, foto dan notulen rapat. Didalam notulen rapat, tim mediasi mencatat usul saran dan masukan dari para peserta rapat kemudian dituangkan dalam bentuk buku.

Jusran Tahir menjelaskan, buku itu merupakan dokumen atau bukti dari hasil kerja tim mediasi yang mendamaikan Bupati Alor Amon Djobo dan Ketua DPRD Enny Anggrek. Tujuan dicetak agar menjadi sejarah bagi generasi masyarakat kabupaten Alor bahwa pertama kali sejak kabupaten Alor terbentuk tim mediasi yang ia pimpin berhasil mendamaikan Bupati Alor Amon Djobo dan Ketua DPRD Enny Anggrek.

Mantan Wakil Bupati Alor ini menandaskan bahwa buku yang dicetak jumlahnya terbatas, hanya 10 eksemplar saja.

“Buku ini kami cetak hanya 10 eksemplar saja. Dan sebelum saya bagikan, saya sudah beritahu kepada semua anggota tim mediasi bahwa buku ini tidak boleh disebarluaskan kepada siapapun. Oleh karena itu sampai dengan hari ini kalau ada yang tercecer, wala-wala, kami tidak tahu itu siapa yang sebarkan,” ujar Jusran Tahir.

Jusran Tahir menolak bila buku tersebut dibakar hanya karena faktor lain. Sebab buku itu merupakan hasil kerja keras tim mediasi yang mestinya mendapat apresiasi semua pihak. Sebab kerja keras tim mediasi mendamaikan bupati dan ketua DPRD tujuannya hanya semata-mata untuk kepentingan Alor yang lebih baik.

“Saya tidak setuju buku ini dibakar. Seolah-olah tidak menghargai kerja keras kami tim mediasi. Karena itu kalau buku ini dibakar nanti ada apa-apa lagi kami orang tua tidak mau campur tangan urus damai lagi,” tandas Jusran Tahir sembari menjelaskan buku tersebut adalah hasil kerja tim mediasi yang didokumentasikan melalui Bagian Pemerintahan Setda Alor kemudian dicetak.

Jusran Tahir meminta buku yang sudah dibagikan kepada tim mediasi dikumpulkan semua dan dikembalikan kepada pihaknya untuk disimpan.

Seperti pantauan Wartawan, rapat klarifikasi dipimpin Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singh, SH. Tim mediasi yang hadir yaitu ketua Jusran Tahir dan anggota-anggota Pdt. Yakobus Pulamau, S.Th, Pdt. Condrat Penlaana, S.Th, H. Abdul Kadir Kawali, Dra. Dorsila Pulinggomang, H. Husen Tolang, SH, MH, Drs. Muhammad Bere, Denny Lalitan dan I Made Warta. Sementara Romo Marselinus Seludin, Pr tidak hadir karena memimpin kebaktian pernikahan.

Pada kesempatan itu turut hadir juga Kabag Pemerintahan Setda Alor, Yerike Djobo. ***(joka)

Pos terkait