PAGI itu, saya sudah siap berangkat ke sekolah. Yanti, teman sekelasku sudah menunggu di depan asrama. Dan kami pun berangkat.
Pada saat sampai di sekolah, kami bertemu ibu guru yang paling aku sukai. Dia sering memberi nasehat kepadaku karena dia sebagai walikelasku, Ibu Rahmatia Tupong.
Tak lama kemudian, bel sekolah berbunyi. Pelajaran akan segera dimulai. Ibu guru menyuruh kami untuk segera masuk ke dalam kelas karena jam pertama di kelasku adalah pak Gusti Omkang Hingmane, salah satu guru Bahasa Inggris di sekolah kami.
Kami segera menuju kelas sebelum pak Gusti datang.
Kami semua membaca materi yang telah kami pelajari terdahulu. Pak Gusti masuk ke dalam kelas. Kami selesai membaca.
Palajaran telah dimulai. Pak Gusti menagih pekerjaan rumah yang minggu lalu diberikan. Pak Gusti pun memeriksa semua seluruh PR yang diberikannya kemarin.
Pak Gusti kembali memeriksa pekerjaan teman-temanku. Ia memeriksa semua pekerjaan peserta didik. Aku belum megerjakannya PR yang diberikan pak Gusti sehingga teman-teman dan aku disuruh maju ke depan.
Pak Gusti memberi nasihat yang keras kepada kami. Setelah selesai mendapatkan hukuman, kami disuruh duduk kembali, untuk melanjutkan pelajarannya.
Aku hanya duduk diam dan mendenngarkan saja karena, saya takut bertanya padahal saya tidak paham sama sekali yang diterangkan oleh pak Gusti.
Tak lama kemudian, bel berbunyi. Saya sudah menantikan bel itu sejak dari tadi. Aku pun segera menuju kantin. Kemudian, aku kembali ke dalam kelas dengan segera. Waktu demi waktu berlalu, taman-temanku di kelas yang mengerjakan soal yang diberikan pak Gusti walaupun jam pelajaran telah habis. Kami segera mengerjakan beberapa masalah yang muncul, ada soal yang tidak bisa dikerjakan.
“Yanti, aku mau bertanya. Jawaban soal nomor 5 apa, ya?“
“Nomor 5, aku juga kesulitan saat mengerjakan itu. Tetapi, aku sudah menemukan jawabannya. Yaitu B”, ungkap Yanti.
Sambil mengerjakan tugas, ibu Tia yang merasa jengkel kepada kami. Ia memberi nasihat.
“Anak-anak, kalian di sekolah ini menggunakan biaya, dan biaya itu tidak sedikit. Biaya itu yang mencari orang tua kalian. Dicari dengan susah payah. Kerja ke sana ke mari. dan membanting tulang. Tetapi kalian yang tinggal hanya melakukan sekolah saja masih menyepelekannya. Seperti tidak mendengarkan ketika bapak atau ibu guru yang menerangkan, tidak mengerjakan tugas, bolos sekolah, menghabiskan uang iuran utuk bersenag-senang, dan hal-hal negative lainnya”, jelas Ibu Rahmatia.
“Kalian jangan menyepelehkan pelajaran yang guru-guru ajarkan. Apakah itu yang mencerminkan kesuksesan kalian?”, tegas sang wali kelas ini.
“Ibu, kami berjanji akan sungguh-sungguh dalam belajar”, jawab kami semua.
“Baikalah! Aku pegang janji kamu semua sekarang. Lanjut mengerjakan tugas yang saya berikan”, kata ibu Rahmatia.
Selanjutnya kami semua kembali mengerjkan tugas tersebut.
Setelah selesai semuanya itu, aku pun langsung pulang menuju asrama. Sampai di rumah, aku ingin menjadi seorang yang lebih rajin tehadap orang tua, guru dan pendidikan.
Hari-hari berlalu, aku dan taman-temanku menjadi lebih rajin, tertib dan disiplin dalam segala hal. (*)