MALAKA, WARTAALOR.COM | Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku melakukan perbuatan yang diduga melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilkada 09 Desember 2020 lalu. Pasalnya, dalam sidang pembuktian Sengketa Pilkada Malaka yang digelar Selasa, 23 Februari lalu, KPU mengakui menarik dan mengganti DPT.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Yafet Yosafet Rissy ketika dikonfirmasi wartawan di Kupang, Sabtu (13/03/2021).
“Terungkap dalam persidangan bahwa dalil kita terkait perubahan DPT yang dilakukan secara sepihak oleh penyelenggara, dalam hal ini KPU Malaka tidak terbantahkan. Malah, KPU mengakui bahwa perubahan DPT itu dilakukannya”, ungkap Yafet.
Yafet menjelaskan, dalam permohonannya ke Mahhkamah Konstitusi pihaknya mendalilkan bahwa KPU Malaka selaku termohon melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dimaksud adalah secara sepihak menarik DPT yang ditetapkan dalam Rapat Pleno 13 Oktober 2020 dan menggantikannya dengan DPT baru.
Perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan KPU untuk meluluskan kecurangannya. Kecurangan dimaksud adalah memasukkan data-data siluman dan manipulatif ke dalam DPT. Data-data siluman dan manipulatif dimaksud adalah, pertama, Nomor Induk Kependudukan (NIK) rekayasa, yang mana penulisannya tidak sesuai dengan aturan baku kodefikasi sebagaimana diatur dalam UU Administrasi kependudukan. Ini ditemukan pada sebanyak 7.980 pemilih. Dari 7.980 pemilih dengan NIK Rekayasa ini yang menggunakan hak suaranya adalah 5.805 atau mencapai 72.7%.
Kedua, Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang sama atau identik dimiliki oleh 3.939 pemilih berbeda dengan alamat yang berbeda. Padahal, seharusnya NKK yang identik hanya dipakai sekali dan hanya terdaftar dalam satu alamat saja.
Ketiga, NIK identik atau sama yang dimiliki oleh ribuan pemilih berbeda. Dalam DPT yang dibuat Termohon, dalam hal ini KPU Malaka ditemukan adanya Pemilih siluman yang memiliki nama berbeda-beda TETAPI memiliki NIK indentik (sama persis).
Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU. No. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana seharusnya NIK itu ‘unik, khas dan tunggal’ yang hanya melekat pada seseorang. Pemilih siluman jenis ini tersebar di 193 TPS sampel atau 48.1% dari total 395 TPS, di 54 Desa Sampel atau 42.5% dari total 127 Desa di 12 Kecamatan di Kabupaten Malaka. Terdapat 203 (dua ratus tiga) Pemilih siluman yang memiliki nama berbeda-beda TETAPI memiliki NIK indentik (sama persis).
Semua kecurangan tersebut, lanjut Yafet, sudah terencana dan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. “Dan perlu digaris bawahi, bahwa DPT yang sudah ditetapkan dalam rapat Pleno tanggal 13 Oktober 2020, ternyata dirubah secara sepihak oleg KPU Malaka untuk memuluskan para pemilih siluman untuk memilih di TPS. Perubahan ini membuat saksi pasangan 02 tidak mencermati pemilih secara seksama sehingga pemilih siluman dapat dengan leluaa melakaukan pencobolosan”, tutup Yafet.*(sakunar.com)