Pengakuan Orang Tua, Ada Korban sudah Melahirkan Hasil Persetubuhan Oknum Vikaris di Alor

Beberapa orang tua saat mendatangi Unit PPA Polres Alor dalam kaitan dengan laporan mereka atas dugaan pemerkosaan 6 anak oleh oknum Calon Pendeta. FOTO: JONI KANAIRMAIH

Kalabahi, wartaalor.com – Aparat Kepolisian Resor (Polres) Alor telah mengamankan SAS (35), oknum Vikaris (Calon Pendeta) Gereja Injili Masehi di Timor (GMIT) yang diduga perkosa 6 anak di Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (NTT). SAS diamankan polisi begitu tiba di pelabuhan Kalabahi dengan KM. Express Cantika, Senin (5/9/22) petang. Pelaku SAS datang dari Kota Kupang untuk memenuhi panggilan penyidik Polres Alor.

Dalam kasus ini, 6 anak disetubuhi oknum Calon Pendeta itu ketika menjalankan tugas sebagai Vikaris di GMIT Siloam Nailang Desa Waisika Kecamatan Alor Timur Laut (ATL). Korban akhirnya didampingi para orang tua datang ke Polres Alor untuk melaporkan kasus tersebut (1/9).

Bacaan Lainnya

Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU James Jems Mbau, polisi masih dalami kasus ini sebab diduga ada kemungkinan jumlah korban bertambah.

Sementara berdasarkan pengakuan orang tua korban menyebut jumlah anak-anak yang diduga dilecehkan dan diperkosa oknum Calon Pendeta banyak. Bahkan dari persetubuhan itu, ada korban yang hamil dan sudah melahirkan anak.

“Korban banyak sekali Om. Ada 20 an sampai 30 orang itu. Lebih banyak anak dibawah umur. Ada yang tidak ikut datang ke Polres karena tidak mau publik tahu,” ungkap FK, orang tua salah satu korban saat ditemui Wartawan di Polres Alor, (6/9) siang.

FK menguraikan, untuk korban yang hamil dan melahirkan anak itu adalah orang dewasa yang kemungkinan persetubuhan dilakukan atas dasar suka sama suka.

“Bukan hamil lagi Om tapi ada yang sudah melahirkan. Jadi waktu dia punya keluarga tanya siapa yang kasih hamil, dia bilang Bapak Vikaris yang kasih hamil,” kata FK.

FK mengatakan, ada pengakuan anak-anak yang menyebut mereka mendapat perlakuan tak senonoh dari Calon Pendeta itu di kompleks Gereja. Seperti di Pastori (Rumah Jabatan Pendeta), Konsistori bahkan didalam Gereja.

Menurut FK, setiap kali pelaku menjalankan aksinya selalu mengancam korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun.

“Anak-anak diancam tidak boleh lapor orang tua. Dia (Vikaris) bilang kalau ada yang lapor nanti dia punya orang tua itu sakit-sakit sampai mati. Jadi kamu mau orang tua kamu mati..? Ada juga yang dia ancam kalau lapor nanti dia tidak urus kamu jadi sekolah Pendeta,” kisah FK menambahkan.

Orang tua korban lainnya berinisial NK juga menyesali perbuatan sang Vikaris tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, NK merasa kesal atas perbuatan oknum Vikaris yang sudah melecehkan harkat dan martabat anak gadis mereka. Karena itu dia memohon, aparat penegak hukum agar berikan hukuman berat kepada pelaku.

“Dia (Vikaris) itu 1 tahun 8 bulan tugas di kampung. Selama ini kami punya perhatian yang luar biasa terhadap dia. Karena dia orang luar yang datang tugas disini, jadi kami anggap seperti saudara sendiri. Waktu dia punya pindah itu kami (jemaat) berkorban buat pesta perpisahan. Kami kasih dia oleh-oleh, tapi ternyata dia tega sekali. Dia justru kurang ajar dengan kami,” ungkap NK dengan nada kesal.

Seperti berita media ini sebelumnya, oknum Calon Pendeta inisial SAS asal Kupang yang menjalankan tugas sebagai Vikaris di Gereja GMIT Siloam Nailang diduga melakukan persetubuhan terhadap 6 anak di wilayah itu.

Pelaku sebelumnya di Kupang dan tengah dalam upaya pengejaran aparat Reskrim Polres Alor yang dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU James Jems Mbau.

Mbau menjelaskan, kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari warga Bukapiting, Kecamatan ATL.

Dalam laporannya, warga menyebut ada 6 anak yang diduga disetubuhi oleh oknum Calon Pendeta itu. Pelaku berdasarkan data identitasnya, beralamat di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.

Enam orang anak yang menjadi korban, diantaranya adalah 2 pelajar SMA berinisial HBM (15) dan TMK. Sementara 4 korban lainnya masih duduk di bangku SMP, yakni NALK (15), EIL (14), SM (14) dan SOM (14).

Kejadian asusila ini disebutkan Mbau, terjadi pada akhir Mei 2021 sampai dengan akhir Maret tahun 2022 di wilayah kompleks Gereja Jemaat GMIT Siloam Nailang yg berada di wilayah Nailang, Desa Waisika.

Kronologis kejadiannya, urai Mantan Kasat Reskrim Polres Rote Ndao ini, ketika pelaku bertugas di Gereja GMIT Siloam Nailang sebagai Vikaris, sekitar awal 2021 hingga sekitar awal Mei 2022.

Pelaku rupanya kenal dengan para korban, yang  merupakan anak sekolah Minggu di Gereja tersebut.

Selanjutnya, pelaku mengajak para korban untuk datang ke kompleks gereja, dan diduga melakukan pelecehan dengan para korban secara bergantian dan berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.

Dugaan perbuatan bejat ini, ungkap Mbau,  kemudian diketahui oleh pelapor. Setelah selesai menjalankan tugas sebagai Vikaris, pelaku kemudian pindah ke Kupang. Pihak Sinode lantas memberitahukan kepada Pendeta Gereja soal perbuatan tercela tersebut.

Kemudian, Pendeta Gereja bersama pelapor mencari tahu ke para korban tentang dugaan perbuatan Vikaris itu. Ternyata benar bahwa telah terjadi persetubuhan yang dilakukan pelaku, sehingga masalah ini pun dilaporkan ke SPKT Polres Alor.

Menurut Mbau, atas laporan tersebut, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan menerima Laporan Polisi nomor : LP-B/ 277/IX / 2022/SPKT/PA/ NTT, tanggal 01 September 2022. Selanjutnya  membuat permintaan visum dan mengantarkan ke RSUD Kalabahi. Kemudian kasus ini langsung di tangani Unit PPA Polres Alor. Para korban dipulangkan setelah dilakukan visum.

Dalam kasus ini, tambah Mbau, ada juga sejumlah catatan, yakni korban diduga masih bertambah dan masih didalami.

Pasalnya para korban awalnya yang datang melaporkan ke SPKT Polres Alor berjumlah 9 orang dan setelah ditelusuri terdapat 3 orang korban lainnya yang bernama MM (19), RM (16) dan PM (16).

Mereka diduga mengalami pencabulan dan pelecehan. Para korban mengaku dipeluk pelaku di bagian perut, dan mendapat chatting yang disertai dengan kiriman foto telanjang.

“Terlapor saat ini berada di Kupang sesuai alamat terlapor, dan modus dari kasus ini yakni terlapor melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut, dan juga ada dugaan terlapor memvideokan saat melakukan persetubuhan terhadap para korban,  sehingga mengancam untuk menyebarkan jika para korban tidak bersetubuh dengan terlapor,” tandas Mbau seperti dalam berita inews.id.

Kasus ini, tegas Mbau, diproses dengan Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76 huruf d UU no. 17 tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. Dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang. Ancaman pidana hukuman mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.***(joka)

Pos terkait