Kalabahi, wartaalor.com – Aparat Kepolisian Resor (Polres) Alor akhirnya mengamankan SAS (35), oknum Vikaris Gereja Injili Masehi di Timor (GMIT) atau Calon Pendeta yang diduga perkosa 6 anak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pelaku SAS diamankan polisi begitu tiba di pelabuhan Kalabahi Ibukota Kabupaten Alor menggunakan Kapal Cepat Express Cantika, Senin, (5/9/2022) petang. Pelaku datang dari Kota Kupang untuk memenuhi panggilan penyidik Polres Alor.
Saat tiba di Mapolres Alor, pelaku langsung digiring menuju ruangan Unit PPA untuk dimintai keterangan oleh penyidik.
Untuk diketahui, oknum Calon Pendeta inisial SAS asal Kupang yang menjalankan tugas sebagai Vikaris di Gereja GMIT Siloam Nailang di Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), diduga melakukan persetubuhan terhadap 6 anak di wilayah itu.
Pelaku sebelumnya di Kupang dan tengah dalam upaya pengejaran aparat Reskrim Polres Alor yang dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu Jems Mbau.
Mbau menjelaskan, kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari warga Bukapiting, Kecamatan ATL.
Dalam laporannya, warga menyebut ada 6 anak yang diduga disetubuhi oleh oknum Calon Pendeta itu. Pelaku berdasarkan data identitasnya, beralamat di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Enam orang anak yang menjadi korban, diantaranya adalah 2 pelajar SMA berinisial HBM (15) dan TMK. Sementara 4 korban lainnya masih duduk di bangku SMP, yakni NALK (15), EIL (14), SM (14) dan SOM (14).
Kejadian asusila ini disebutkan Mbau, terjadi pada akhir Mei 2021 sampai dengan akhir Maret tahun 2022 di wilayah kompleks Gereja Jemaat GMIT Siloam Nailang yang berada di wilayah Nailang, Desa Waisika.
Kronologis kejadiannya, urai Mantan Kasat Reskrim Polres Rote Ndao ini, ketika pelaku bertugas di Gereja GMIT Siloam Nailang sebagai Vikaris, sekitar awal 2021 hingga sekitar awal Mei 2022.
Pelaku rupanya kenal dengan para korban, yang merupakan anak sekolah Minggu di Gereja tersebut.
Selanjutnya, pelaku mengajak para korban untuk datang ke kompleks gereja, dan diduga melakukan pelecehan dengan para korban secara bergantian dan berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Dugaan perbuatan bejat ini, ungkap Mbau, kemudian diketahui oleh pelapor. Setelah selesai menjalankan tugas sebagai Vikaris, pelaku kemudian pindah ke Kupang. Pihak Sinode lantas memberitahukan kepada Pendeta Gereja soal perbuatan tercela tersebut.
Kemudian, Pendeta Gereja bersama pelapor mencari tahu ke para korban tentang dugaan perbuatan Vikaris itu. Ternyata benar bahwa telah terjadi persetubuhan yang dilakukan pelaku, sehingga masalah ini pun dilaporkan ke SPKT Polres Alor.
Menurut Mbau, atas laporan tersebut, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan menerima Laporan Polisi nomor : LP-B/ 277/IX / 2022/SPKT/PA/ NTT, tanggal 01 September 2022. Selanjutnya membuat permintaan visum dan mengantarkan ke RSUD Kalabahi. Kemudian kasus ini langsung di tangani oleh unit PPA, dan setelah itu para korban dipulangkan setelah dilakukan visum.
Dalam kasus ini, tambah Mbau, ada juga sejumlah catatan, yakni korban diduga masih bertambah dan masih didalami.
Pasalnya para korban awalnya yang datang melaporkan ke SPKT Polres Alor berjumlah 9 orang dan setelah ditelusuri terdapat 3 orang korban lainnya yang bernama MM (19), RM (16) dan PM (16).
Mereka diduga mengalami pencabulan dan pelecehan. Para korban mengaku dipeluk pelaku di bagian perut, dan mendapat chatting yang disertai dengan kiriman foto telanjang.
“Terlapor saat ini berada di Kupang sesuai alamat terlapor, dan modus dari kasus ini yakni terlapor melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut, dan juga ada dugaan terlapor memvideokan saat melakukan persetubuhan terhadap para korban, sehingga mengancam untuk menyebarkan jika para korban tidak bersetubuh dengan terlapor,” tandas Mbau seperti dalam berita inews.id.
Kasus ini, tegas Mbau, diproses dengan Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76 huruf d UU no. 17 tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU. Dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang. Ancaman pidana hukuman mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.***(joka)