Kuasa Hukum penggugat Lukas Atalo, SH
Kalabahi, Warta Alor | Enny Anggrek, SH (Ketua DPRD Kabupaten Alor) digugat adik ipar sendiri Aditya Suhartoyo Jo ke Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi, Alor – NTT. Aditya bersama kakaknya Theresia Yo Carvallo gugat atas perkara perdata yang sama yaitu terkait dua tanah berlokasi di Pelabuhan Kalabahi, Kelurahan Kalabahi Kota dan di Jembatan Hitam Kelurahan Mutiara, Kecamatan Teluk Mutiara yang saat ini diduga dikuasai oleh Enny Anggrek.
Laporan gugatan perdata untuk obyek perkara tanah di Pelabuhan Kalabahi terdaftar dengan Nomor Perkara: 24/PDT.G/2020/PN.KLB tanggal 23 Oktober 2020, sedangkan obyek perkara yang sama di Jembatan Hitam dengan Nomor Perkara: 25/PDT.G/2020/PN.KLB tanggal 2 November 2020. Sidang pun sudah digelar beberapa kali, terakhir tanggal 19 Januari dengan agenda mendengar keterangan saksi penggugat dan tanggal 21 Januari sidang pembuktian dari tergugat.
Penggugat, Aditya Suhartoyo Jo kepada wartawan di PN Kalabahi, (21/1/21) menjelaskan kedua obyek perkara tersebut adalah milik almarhum kedua orangtuanya, Jo Eng Bie dan Engelina Tan. Jo Eng Bie meninggal dunia tahun 1984 dan Engelina Tan meninggal dunia tahun 2018 silam.
Kedua harta warisan itu, katanya, adalah milik ayahnya, Jo Eng Bie. Saat itu ayahnya Jo Eng Bie belum tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dan masih sebagai Warga Negara Asing (Tionghoa). Sementara istrinya Engelina Tan sudah menjadi WNI. Semua harta warisan di Pelabuhan Kalabahi (tanah dan bangunan) tercatat atas nama Engelina Tan.
“Kalau untuk tanah di Jembatan Hitam, bapak saya beli tahun 1974. Karena beliau belum WNI maka pinjam nama adik ipar Josep Kandars untuk menjadi hak kelola. Nanti pada tahun 1979/1980 baru bapak saya bangun rumah diatas tanah tersebut,” ungkap Aditya.
Aditya, adik kandung suami Enny Anggrek, Suharto Jo (alm) ini mengatakan, dirinya gugat Enny Anggrek karena menguasai kedua harta warisan yang bukan miliknya tetapi milik almarhum orangtua. Enny Anggrek juga diduga mengelola kedua warisan tanpa membagi hasil kepadanya.
“Dia (Enny Anggrek) bilang dapat surat hibah dari mama saya, oh tidak bisa. Mama saya hibah tidak melibatkan kami anak-anak kandung sebagai ahli waris langsung maka kami berhak mutlak untuk gugat,” tandas Aditya.
Aditya, pengusaha yang berdomisili di Kota Surabaya ini menegaskan, surat hibah tanah dari Enjelina Tan kepada Enny Anggrek adalah cacat hukum. Sebab dirinya bersama saudara lainnya sebagai anak kandung tidak dilibatkan bahkan tidak pernah tahu bahwa ada surat hibah tanah kepada Enny Anggrek.
Dalam perkara ini, Aditya menghadirkan empat orang saksi yakni Enton Jodjana, Frans Yobeanto, Hengky Sudjojonong dan Balthasar Sir. Saat sidang PN Kalabahi keempat saksi membenarkan bahwa tanah tersebut adalah milik bapak Jo Eng Bie dan Engelina Tan dan yang bersangkutan tidak pernah bangkrut seperti yang dituduhkan Enny Anggrek. “Jadi keterangan saksi ini dikuatkan lagi surat pernyataan dari Frans Yobeanto, Beny Winaryo, Hengky Sudjojonong dan Ibu Yen Ching yang menyatakan bahwa tanah tersebut bukan milik Enny Anggrek,” ungkapnya lagi.
Aditya bahkan merasa aneh karena Ketua DPC PDI-P Kabupaten Alor itu diam-diam mengurus surat sertifikat tanah berlokasi di Jembatan Hitam (depan SPBU Karkameng) atas nama miliknya. “Jadi dia (Enny Anggrek) itu istri kakak saya, tapi tanah bukan milik kakak saya. Itu milik orangtua dan semasa orangtua masih ada mereka tidak pernah membagi-bagi harta warisan kepada kami anak-anak,” tandasnya.
Menurut Aditya, tanah di Pelabuhan Kalabahi yang digugat tersebut seluas + 229M2 dengan batas-batas: Timur dengan saluran air, Barat dengan lokasi pelabuhan laut ibukota Kabupaten Alor, Utara dengan jalan M. E. Martadinata atau (jalan raya), Selatan dengan tanah PT. Perum Pelabuhan Kalabahi.
Untuk tanah di Jembatan Hitam, Aditya menambahkan, ia dan saudara kandungnya masih berhak atas objek sengketa berupa tanah seluas + 1.640M2 dan rumah permanen berukuran +10x20M2 yang sekarang ini terletak di RT. 02/RW. 01 Kelurahan Mutiara, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor dengan sertifikat hak milik nomor 294 semula atas nama Yoseph Kandras menjadi Enny Anggrek.
Salah seorang saksi, Frans Yobeanto saat ditemui wartawan di toko miliknya di Kalabahi, Sabtu, (23/1/21) membenarkan tanah berlokasi di Pelabuhan Kalabahi yang saat ini ditempati Enny Anggrek adalah milik Jo Eng Bie dan Enjelina Tan. Frans Yobeanto mengatakan, Enny Anggrek datang ke Alor pertama kali tahun 1988.
“Dia (Enny Anggrek) kan dari Niki-niki, NTT datang. Dia datang di Alor karena menikah dengan Suharto Jo dan waktu dia datang tanah ini sudah ada pemilik atas nama Jo Eng Bie dan Enjelina Tan, itu bukan dia punya,” tandas Frans Yobeanto.
Kuasa Hukum penggugat, Lukas Atalo, SH mengatakan kasus kliennya masih tahap persidangan di PN Kalabahi. Lukas Atalo optimis perkara ini akan dimenangkan oleh kliennya berdasarkan bukti dan keterangan saksi-saksi. Ia mengatakan, sidang kasus perdata ini direncanakan akan kembali digelar tanggal 2 Februari 2021 nanti.
“Jadi yang kami gugat adalah surat hibah. Dimana Enjelina Tan hibah tanah kepada Enny Anggrek dengan tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya, maka ini adalah perbuatan melawan hukum. Sehingga hukum menjamin kepada ahli waris lainnya itu untuk menuntut pengembalian hak mereka. Karena hak mereka itu adalah hak mutlak,” tandas Lukas Atalo.
Menurut Lukas Atalo, surat hibah Enjelina Tan kepada Enny Anggrek membuat yang bersangkutan menguasai harta warisan tersebut dengan tanpa membagi hasil kepada ahli waris lainnya. Ia menandaskan, pemberian hibah oleh pewaris harus memperhatikan persetujuan para ahli waris lainnya yaitu anak kandung dan jangan melanggar hak mutlak mereka. Sebab hak mutlak adalah bagian yang telah di tetapkan oleh undang-undang untuk masing-masing ahli waris.
“Jadi sekali lagi, jika dikatakan Enny Anggrek adalah ahli waris atau istri sah Suharto Jo iya benar. Tetapi perbuatan Enjelina Tan dengan memberikan surat hibah kepada Enny Anggrek tanpa persetujuan ahli waris lainnya, disitu undang-undang menjamin mereka untuk menuntut pengembalian hak mereka,” ungkap Lukas Atalo sembari menandaskan kecuali saat itu Enjelina Tan sudah membagi-bagi harta warisan kepada semua anak-anak.
Selanjutnya, Kuasa Hukum Lukas Atalo juga menandaskan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi di sidang PN Kalabahi, menyatakan tanah milik Enjelina Tan berlokasi di Pelabuhan Kalabahi, bagian utara berbatasan langsung dengan laut. Tidak ada tembok pembatas seperti kondisi saat ini.
Oleh sebab itu, jika pihak PT. Perum Pelabuhan Kalabahi merasa perlu untuk melakukan tanggapan atas perkara ini silahkan lakukan intervensi hukum ke PN Kalabahi. Apabila tidak, maka kalaulah putusan perkara nanti hasilnya dimenangkan oleh penggugat maka tanah lokasi PT. Perum Pelabuhan Kalabahi tersebut juga dikembalikan ke ahli waris Enjelina Tan sesuai tuntutan.
Sementara untuk tanah di Jembatan Hitam, lagi-lagi Kuasa Hukum Lukas Atalo juga menyayangkan pihak Pertanahan Alor yang menerbitkan surat sertifikat tanah atas nama Enny Anggrek. “Yaa…ini kan aneh. Diatas tanah itu kan sudah ada rumah milik Enjelina Tan. Koq bagaimana Pertanahan menerbitkan sertifikat orang lain lagi atas tanah yang sudah ada rumah orang lain,” tandas Lukas Atalo.
Enny Anggrek saat dikonfirmasi wartawan, Kamis, (21/1/21) enggan memberikan komentar. Ia hanya mengatakan bahwa kasus perdata yang dilaporkan adik ipar ke PN Kalabahi adalah urusan pribadi yang tidak perlu dipublikasi.
Kuasa Hukum Enny Anggrek, Elisabeth Sulastri Sujono, SH yang ditemui wartawan, Senin, (25/1/21) juga enggan memberikan keterangan. “Maaf ya, saya tidak diberikan hak untuk memberikan pernyataan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga. Nanti ketemu Ibu Enny Anggrek saja,” katanya singkat. *(Tim)