Kalabahi, wartaalor.com – Sekelompok warga asal Kecamatan Alor Timur, khususnya warga suku Inuku dan suku Kaelesa didampingi kuasa hukum, Marthen Maure, S.H menemui Ketua DPRD Kabupaten Alor, Paulus Brikmar di rumah jabatannya, di Kelurahan Kalabahi Kota Kecamatan Teluk Mutiara, Rabu, (14/5/25) sore.
Mereka membawa aspirasi berkaitan dengan hak dan upah kerja yang diduga belum dibayar oleh empat perusahaan besar, yaitu PT. Anugerah Karya Agra Sentosa (Akas), PT. Tunas Baru Abadi (TBA), PT. Karya Baru Calisa (KBC) dan PT. Tiga Dara Karya Sejahtera (TDKS) dalam proyek sumber anggaran APBN di Alor Timur. Permasalahan ini beberapa waktu lalu sudah dilaporkan ke DPRD dengan harapan ditindaklanjuti melalui rapat dengar pendapat oleh komisi terkait, namun hingga saat ini belum ada penyelesaian.

Adapun kronologi permasalahan yang diuraikan Kuasa Hukum, Marthen Maure dalam satu jepitan surat yang diterima wartawan, Kamis, (15/5/25) siang sebagai berikut:
Realisasi pelaksanaan proyek pembangunan jalan negara ruas jalan Taramana – Maritaing yang dikerjakan PT. Akas, PT. TBA dan PT. KBC, sumber anggaran APBN tahun 2023/2024, senilai Rp 67 Miliar, dan PT.TDKS dalam APBN tahun 2012/2013, serta proyek pembangunan bendungan di kampung Padang Panjang oleh PT. TBA.
Pekerjaan sudah berhasil dibangun dengan mengharumkan nama perusahaan dan pemerintah. Namum proyek yang sedang dalam finalisasi hingga legalitas adminitrasi berupa Provisional Hand Over (PHO) dan legalitas fisik pekerjaan melalui Final Hand Over (FHO) menyisakan permasalahan merugikan warga setempat yang ikut berpartisipasi dan berkontribusi keberhasilan pembangunan tersebut.
Permasalahan yang merugikan warga seperti pemilik material golongan C, jasa tukang/buruh, jasa angkutan dan jasa sub kontraktor, yang diuraikan sebagai berikut:
PT. Akas dalam proyek jalan Taramana – Maritaing I (Lantoka – Maritaing) dalam penganggarannya itu diperkirakan 272.000 M³ material golongan C. Untuk kebutuhan material, PT. Akas telah menambang/mengambil material golonagn C hak milik masyarakat secara komunal adat dan secara warga perorangan. Yaitu masyarakat hukum adat suku Inuku dan suku Kaelesa yang tanah ulayatnya ditambang dimana Kali Noa merupakan titik temu tanah hak ulayat suku Inuku dan tanah hak ulayat suku Kaelesa yang terbangun menurut hukum adat yang berlaku.
Karena Kali Noa menjadi milik bersama suku Inuku dan suku Kaelesa sejak dulu, sebagaimana didukung PT. Akas dalam surat kesepakatan tertanggal 28 Juni 2024 dengan mengetahui Camat Alor Timur waktu penyelesaiain di Kantor Kecamatan Alor Timur. Sesuai kesepakatan, pihak perusahaan akan membayar material golongan C dengan harga per kubik sesuai ketentuan yang berlaku, namun sampai saat ini belum dibayar.
PT. Akas hanya membayar Rp.70.000.000 dari Rp.98.618.018,99 harga material golongan C di Kali Noa yang sudah dipergunakan untuk pekerjaan pembangunan jalan negara Taramana menuju Maritaing. Tersisa Rp.28.618.018,99 dijanjikan PT. Akas akan dibayar lunas pada hari Senin tanggal 7 Oktober 2024, namun sampai dengan tanggal surat ini belum juga dibayar. Sikap PT. Akas demikian tidak melaksanakan secara murni dan konsekwen butir ke 3 Surat Kesepakatan tertanggal 2 Agustus 2024 dan butir ke 1 surat Kesepakatan tertanggal 5 Oktober 2024.
PT. Akas tidak memberikan dan menjelaskan jumlah kubikasi setiap material golongan C yang sudah diambil di Kali Noa dan sudah diproses menjadi batu pecah menjadi 7.643,61 M³ yang dipergunakan. Selain itu, material golongan C yang akan diambil lagi PT. Akas (selain yang sudah dihitung berupa batu dan pasir sebanyak 5.801,06 M³, yaitu batu: 3.379,61 M³ dan pasir : 2.421,45 M³) dan material lainnya termasuk batu bulat yang dipecah selain 7.643,61 M³ tersebut, agar apabila terdapat selisih angka kubikasi/retas yang sudah dipergunakan PT. Akas, maka dilakukan perhitungan dan kesepakatan harga untuk dilakukan
pembayaran.
Sikap PT. Akas yang tidak melakukan rapat serta penyerahan/penjelasan data jumlah setiap jenis material golongan C yang sudah dipakai kepada warga masyarakat hukum adat suku Inuku dan suku Kaelesa adalah bertentangan dengan butir ke 2 Surat Kesepakatan tertanggal 05 Oktober 2024.
PT. Akas diduga melakukan penggusuran tanah seluas 186 M² bagian dari tanah hak milik ibu Dorliance Jakoba Luase sesuai sertipikat Hak Milik Nomor 393 tanggal 15 Desember 2017. Pada tanggal 02 Agustus 2024 pihak pertama melalui butir ke 3 sepakat membayarnya, di rumah jabatan bupati Alor. Pihak pertama membayar Rp.30.000.000 dari Rp.38.000.000 kepada pemiliknya, namun hingga sekarang PT. Akas tidak membayarnya.
Selanjutnya, terkait permasalahan dengan PT. TDKS, PT. TBA dan PT. KBC juga sama. Dimana PT. TDKS telah sepihak menambang/mengambil tanah urug dan batu diatas persil tanah pilang hak masyarakat adat sub suku Tambalo di Desa Padang Panjang untuk pekerjaan jalan negara sekitar tahun 2012/2013.
Jumlah kubikasi material golongan yang telah di tambang dan diambil PT.TDKS adalah dalam areal tanah dengan ukuran panjang ± 60 meter X lebar ± 25 meter X tinggi 20 ± meter = 30.000 M³. Jumlah kubikasi tersebut belum dilakukan pembayaran.
Untuk PT. TBA, melalui sdra. ANDRY/Sub Kontraktor diduga telah sepihak menambang/mengambil batu dan tanah di bidang tanah pilang hak masyarakat adat sub suku Tambalo untuk pembangunan bendungan Padang Panjang (jalan, urukan dan penembokan) tahun anggaran 2022/2023. Jumlah kubikasi material golongan C yang telah di tambang dan diambil adalah dalam areal tanah dengan ukuran panjang ± 60 meter X lebar + 25 meter X tinggi 20+ meter = 30.000 M³. Jumlah kubikasi tersebut belum dilakukan pembayaran.
PT. KBC juga diduga telah sepihak menambang/mengambil tanah urug dan batu di atas persil tanah pilang hak masyarakat adat sub suku Tambalo di Desa Padang Panjang untuk pekerjaan jalan negara tahun anggaran 2023/2024, namun PT. KBC belum bersepakat dengan kepala Sub Suku dan warga masyarakat adat sub Suku Tambalo.
Jumlah kubikasi Material Golongan C yang telah ditambang dan diambil PT. TDKS adalah dalam areal tanah dengan ukuran Panjang + 40 meter X lebar ± 25 meter X tinggi 20 + meter = 20.000 M³. Jumlah kubikasi tersebut belum dilakukan pembayaran.
Kelompok warga melalui kuasa hukum meminta kepada pimpinan DPRD Kabupaten Alor melalui Komisi 3, agar segera mengundang para pihak terkait yaitu pihak perusahaan dan warga masyarakat untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat, guna mencari solusi dalam penyelesaian permasalahan dimaksud.
Ketua DPRD Kabupaten Alor, Paulus Brikmar saat menerima aspirasi sekelompok warga tersebut menyampaikan akan segera menindaklanjuti. Lembaga DPRD melalui komisi 3 akan mengundang semua pihak untuk dilakukan rapat dengar pendapat, guna mencari solusi dalam penyelesaian permasalahan dimaksud. ***(joka)