Demokrat Beberkan Selisih Belanja Pegawai Sebesar Rp 68 Miliar Lebih, Naboys: ‘Patut Diduga’

Anggota DPRD Alor Fraksi Partai Demokrat, Naboys Tallo, S.Sos. FOTO: FB

KALABAHI, WARTAALOR.com – Fraksi Partai Demokrat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor, NTT menemukan ada selisih anggaran belanja (gaji) Aparatur Sipil Negara (ASN) Lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor yang nilainya tidak sedikit yaitu mencapai Rp 68.840.527.492,54. Besaran anggaran tersebut ditemukan Fraksi Demokrat setelah melakukan analisis terhadap dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2021.

Fraksi Demokrat kemudian menyampaikan hal itu melalui naskah Pendapat Akhir yang dibacakan oleh Naboys Tallo, S.Sos dihadapan peserta Sidang Paripurna DPRD Alor terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2021, serta dua buah ranperda lainnya, Senin, (20/9/21).

Bacaan Lainnya

Menurut Naboys, berdasarkan data dukung belanja pegawai yang dimasukkan pemerintah selaku eksekutif, Fraksi Demokrat kemudian melakukan analisis dan ditemukan hasil sebagai berikut;

Bahwa laporan realisasi APBD untuk periode 30 Juni 2021, tercatat belanja pegawai keseluruhan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) selama 14 bulan (termasuk tunjangan hari raya, pembayaran gaji 13) sebesar Rp 351.690.060.213,01. Anggaran itu kemudian dikurangi dengan realisasi 8 bulan yang sudah berjalan berarti baru terpakai Rp 161.628.304.411,7.

Sisa belanja pegawai setelah terjadi pengurangan, demikian Naboys adalah sebesar Rp 190.061.755.801,31. Padahal kalaulah perhitungan sisa waktu pelaksanaan tahun anggaran yang hanya 6 bulan, maka sisa anggaran seharusnya adalah Rp 121.221.228.308,78 dan bukan Rp 190.061.755.801,31.

Sehingga atas analisis tersebut, terdapat selisih anggaran belanja pegawai yang tidak digunakan hingga akhir tahun anggaran sebesar Rp 68.840.527.492,54.

Naboys menandaskan, terhadap selisih anggaran yang tidak masuk akal itu, seharusnya pemerintah lebih teliti dalam menetapkan belanja pegawai dengan memperhatikan berbagai kebijakan kepegawaian sesuai perhitungan yang realistis.

Anggota DPRD Alor tiga periode ini menyarankan agar kelebihan belanja pegawai sebagaimana temuan Fraksi Demokrat diatas, dipertimbangkan jika boleh dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan ruas jalan Bukapiting – Apui, Malaipea – Apui maupun ruas jalan lainnya yang rusak parah.

“Selain jalan juga bisa dilakukan pekerjaan normalisasi sungai maupun kerusakan infrastruktur lainnya yang ditimbulkan akibat badai Seroja dan juga kebutuhan masyarakat lainnya yang terkena dampak Covid-19,” ungkap Naboys.

Naboys Tallo saat di wawancarai Wartawan menjelaskan, pertama kali Fraksinya temukan kalau ada selisih anggaran belanja pegawai, sempat menjadi polemik saat masih pembahasan di tingkat komisi bersama OPD selaku mitra.

“Yang kami temukan dalam dokumen induk, yaitu dokumen RAPBD tahun 2021 itu ada OPD – OPD yang belanja pegawainya, pada saat penetapan APBD murni sudah dipasang targetnya 14 bulan dengan pagu anggaran yang sudah ditentukan. Pagu anggaran itu sudah termasuk estimasi 2,5 persen sebagai antisipasi bila terjadi kenaikan pangkat bagi pegawai dan lainnya, dan itu kewenangan yang sudah negara atur. Tetapi setelah masuk pada perubahan RAPBD anggaran belanja pegawai justru mengalami penambahan yang tidak wajar,” tandas Naboys.

Dia melanjutkan, pembengkakan anggaran belanja pegawai hampir terjadi di seluruh OPD, bahkan ada OPD yang nilainya besar seperti Dinas Pendidikan sebesar Rp 143.848.738, Dinas Perumahan Rp 390.526.000 dan masih banyak OPD lainnya. Sementara itu, demikian Naboys, ada juga OPD yang justru mengalami pengurangan belanja pegawai hingga ratusan juta rupiah. Seperti terjadi pada Badan Perencanaan, Penelitian Pembangunan (Bapelitbang) yang terjadi pengurangan belanja pegawai sebesar Rp 526.726.000.

“Inikan aneh..pertanyaannya, pada OPD yang mendapat penambahan alokasi anggaran itu… apakah ada penerimaan ASN di tahun 2021..? Ataukah ada mutasi ASN secara besar-besaran masuk ke OPD yang bersangkutan..? ataukah ada mutasi ASN dari kabupaten lain masuk ke kabupaten Alor..? Kan tidak ada..,” tanya Naboys.

Menurut Naboys, bahwa yang kita tahu tentang mutasi ASN itu hanya terjadi pada beberapa OPD tertentu dan tidak secara gerombolan. Misalnya, ada ASN yang dimutasi masuk ke OPD sekitar 6 atau 7 orang, maka kisaran penambahan anggaran itu harusnya Rp 20 sampai 30 juta, dan itu masuk akal. Tetapi kalau sudah melampaui ratusan juta pada satu OPD, tegas Naboys, itu patut diduga.

“Sehingga kami Fraksi Partai Demokrat mengejar OPD yang bersangkutan. Kami tanya kenapa anggaran belanja pegawai yang sudah ada di murni sekian, tetapi saat di perubahan dilakukan penambahan. Padahal belanja pegawai itukan rill dan tidak bisa ditambah ataupun dikurangi. Bahkan anehnya, OPD yang bersangkutan tidak tahu alokasi anggaran yang terjadi baik penambahan maupun pengurangan itu. Mereka hanya mengatakan bahwa yang tahu itu dinas keuangan, itu kan lucu,” tegas legislator perempuan asal Dapil 3 Pulau Pantar itu.

Dia menguraikan kalau ada OPD yang mendapat pengurangan belanja pegawai juga patut dipertanyakan. Apakah dalam OPD tersebut terjadi kematian ASN secara berjamaah atau ada pensiun berjamaah? Sehingga terjadi pengurangan belanja pegawai yang begitu besar.

“Ini awal mula dari refocusing anggaran APBD murni tahun 2020 dengan budget 4 miliar lebih,…. yang membuat kami bertanya-tanya apakah refocusing itu langsung pada Dinas Keuangan atau Dinas Keuangan hanya berikan kewenangan kepada OPD masing-masing untuk melakukan refocusing. Tetapi jawaban Dinas Keuangan bahwa kami memberikan kewenangan kepada OPD tetapi khusus belanja pegawai di OPD itu tidak dapat diganggu gugat….,” ungkap Naboys.

Terhadap kelebihan anggaran belanja pegawai itu, lanjut dia, Dinas Keuangan beralasan yang tidak masuk akal.

“Dinas Keuangan bilang bahwa itu diakibatkan karena pemotongan pajak OPD yang terlalu besar, ini kan aneh,” timpal Naboys sembari menambahkan saat Dinas Keuangan memberikan jawaban itu saya sudah menduga bahwa ini ada hal-hal yang tidak beres.

Menurut Naboys, pihaknya juga sudah meminta rekapan belanja pegawai di setiap OPD secara terperinci, seperti satu OPD yang jabatan eselon dua tentu satu orang dengan gaji pokok dan tunjangan secara keseluruhan begitu juga eselon 3 dan seterusnya. Namun permintaan itu tidak dilayani OPD.

Dia berharap agar pada pendapat akhir fraksi itu Bupati Alor Drs. Amon Djobo bisa menjawab dengan baik, tetapi jawaban bupati tidak sesuai dengan yang kami harapkan.

“Kami punya hak untuk melakukan pengawasan tetapi jawaban bupati yang kami harapkan sama sekali tidak menyentuh persoalan belanja gaji pegawai yang kami angkat. Kami ingin ada jawaban bupati bila yang kami sampaikan itu salah silahkan dikasih jawaban dengan data dukung. Tetapi kalau tidak ada jawaban maka patut dicurigai,” tegas Naboys sembari menambahkan bahwa kalaulah selisih anggaran belanja pegawai Rp 68.840.527.492,54 itu masuk sebagai belanja operasional OPD, maka apakah sudah terinput dalam SIPD atau tidak..?.

Pada Pendapat Akhir Fraksi itu, lanjut Naboys, Demokrat juga singgung terkait hibah tanah kepada PT. Pertamina (Persero). Dimana Bupati Alor Amon Djobo sesuai penjelasan pada Sidang Paripurna sebelumnya mengatakan bahwa hibah tanah sudah sesuai regulasi tetapi tidak menyebutkan regulasi apa yang menjadi dasar pijak pemerintah melakukan hibah.

Sehubungan dengan hibah tanah itu, Bupati Amon Djobo juga telah mengakui bertemu pihak Pertamina pusat di Hotel Borobudur Jakarta tahun 2018 silam. Namun Fraksi Demokrat akan tetap pada komitmen yaitu menolak hibah tanah karena tidak melalui mekanisme persidangan di DPRD Kabupaten Alor.

Fraksi Demokrat, kata Naboys, juga mendorong sikap pemerintah yang ditunjukkan Bupati Amon Djobo dengan melaporkan Fraksi Demokrat ke polisi terkait permasalahan itu. Dengan begitu, permasalahan ini akan menjadi terang benderang untuk diketahui masyarakat Kabupaten Alor.

Tentang dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. Pertamina (Persero) sebesar Rp 521.037.000 kepada pemerintah dan terakomodir dalam Perubahan APBD tahun 2021, demikian Naboys, Fraksi Demokrat juga tetap berpendapat bahwa terhadap hal ini pemerintah juga tidak memberikan landasan hukum yang merujuk dalam mengakomodir dana tersebut. ***(joka)

Pos terkait