Kalabahi, wartaalor.com – Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor, Sulaiman Singhs, S.H memberikan komentar soal oknum kontraktor besar kerja proyek jalan menggunakan BBM Bersubsidi, yang diduga dibekingi oknum aparat polisi. Menurut Sulaiman, praktek semacam ini sebenarnya bukan hal baru tetapi sudah lama.
“Ini persoalan sebenarnya sudah lama. Orang-orang di perusahaan atau industri tidak menggunakan BBM yang seharusnya, tetapi menggunakan yang subsidi. Sebenarnya sudah melanggar aturan kan,” ujar Sulaiman ketika dikonfirmasi Wartawan via panggilan WhatsApp, Kamis, (18/7/24) siang.
Oknum kontraktor besar di Alor, seperti berita media ini sebelumnya, kerja proyek jalan dengan anggaran miliaran rupiah menggunakan BBM Bersubsidi. Rupanya praktek penyalahgunaan BBM khusus solar bersubsidi itu diduga kuat marak terjadi selama ini, dan Sulaiman Singhs sangat menyayangkan.
“Tidak mungkin dia menggunakan itu tanpa ada kerja sama, saya yakin ini sudah mengurat dan mengakar. Ada jaringan. Masalahnya di mana? Apakah pada penyalur pertamina atau jaringan pertamina?,” tanya Sulaiman.
Sulaiman mempertanyakan kenapa BBM Bersubsidi yang peruntukannya bagi masyarakat kecil justru dinikmati oknum kontraktor besar yang kaya raya.
“Kalau dia beli, beli sama siapa? Ini barang kan di beli dalam jumlah besar otomatis tempatnya tempat resmi. Kenapa dia beli di tempat resmi dengan harga yang tidak sesuai peruntukannya? Ini yang mesti ditelusuri. Kok dia bisa dapat BBM yang subsidi untuk pekerjaan industri,” ujar Sulaiman menegaskan.
Menurut politisi Partai Golkar ini, penyaluran BBM ini resmi, pekerjaan juga resmi untuk negara lalu pengawasan pertamina di mana? Kalau jaringan pertamina yang bermasalah apakah pengawasan pertamina lemah? Sejauh ini mana pengawasannya?
“Mustahil barang resmi ini digunakan tidak sesuai peruntukannya kalau bukan jaringan. Silahkan diterjemahkan maksud saya,” pungkas Sulaiman sembari berharap ada investigasi mendalam untuk mengungkap praktek penyalahgunaan BBM Bersubsidi ini.
Seperti berita media ini sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM RI), Arifin Tasrin selalu menghimbau masyarakat untuk menggunakan BBM sesuai kemampuan agar alokasi BBM subsidi tidak tergerus dan lebih tepat sasaran. Menurut Arifin, penyalahgunaan BBM subdisi akan menambah beban keuangan negara. Karena itu sebagaimana diwartakan ditjenmigas.esdm.go.id, Menteri Arifin meminta masyarakat umum untuk ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran BBM subsidi.
Menurut Menteri ESDM Arifin, pemerintah akan menindak tegas pelaku penyalahgunaan BBM subsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan/atau Lliquefied Petroleum Gas yang disubsidi pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 Milyar.
Ia mengakui bahwa dalam sidak ESDM ditemui ada pemilik kendaraan mewah yang membeli BBM subsidi, serta ada mobil-mobil truk pengusaha dan industri yang menggunakan BBM bersubsidi dalam menjalankan usaha mereka.
“Pemerintah mengalokasikan solar subsidi untuk masyarakat yang perlu dibantu, bukan untuk industri-industri yang melakukan bisnis yang komersial. Kita menghimbau, industri (termasuk para kontraktor proyek) yang masih menggunakan solar subsidi, ganti pakai BBM yang tidak bersubsidi, supaya tidak mengurangi jatah masyarakat yang berhak mendapatkan alokasi BBM subsidi,” kata Arifin menegaskan.
Sementara itu, rupanya praktek penyalahgunaan BBM, khususnya solar bersubsidi oleh oknum pengusaha dan kontraktor besar yang mengerjakan proyek-proyek nasional bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Alor juga diduga kuat marak terjadi selama ini.
Sejumlah tokoh masyarakat di Kalabahi yang tak ingin namanya dimediakan, kepada Wartawan Kamis, (11/7/24) mengaku tahu modus yang dipakai sejumlah kontraktor besar untuk mendapatkan BBM jenis solar bersubsidi untuk bahan bakar armadanya mulai dari truk-truk dan alat berat dalam mengerjakan proyek-poyek di Alor.
Modus itupun diakui salah satu pengusaha SPBU di Alor, karena dalam suatu perbincangan dengan wartawan, mengaku heran ada orang yang sama menggunakan sarana yang berbeda, hilir mudik untuk membeli BBM Bersubsidi dalam jumlah banyak. Diduga praktek tersebut untuk menampung BBM Bersubsidi untuk disalahgunakan.
Karena itu sejumlah tokoh masyarakat menemui para wartawan di Alor seraya meminta agar persoalan ini diangkat. Sehingga para pengusaha besar itu tidak mencari untung besar dengan merampas hak masyarakat kecil dalam mendapatkan BBM bersubsidi.
Mereka menduga kuat, para perusahaan besar yang mengerjakan proyek jalan negara di Alor membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar bersubsidi, padahal ada dalam kontrak kerja, para kontraktor besar itu wajib membeli BBM Industri.
Praktek ini diduga kuat sudah berlangsung lama, selama beberapa perusahaan besar yang mereka sebut, yakni PT AKAS, PT Karya Baru Calista, PT Tiga Dara Karya Sejahtera dan PT TBA mengerjakan proyek jalan negara di Alor. Praktek ini berlangsung aman saja, karena mereka menduga kuat dibekingi atau ‘diamankan’ oleh oknum aparat kepolisian.
“Cara kerja empat perusahaan ini merupakan salah satu kejahatan yang harus dilawan, karena mereka mencari untung besar dengan membeli solar subsidi yang harganya murah, sementara dalam kontrak kerja mereka wajib pakai solar industri yang harganya lebih mahal dua kali lipat. Kami duga ini dibekingi aparat dan tidak menutup kemungkinan melibatkan oknum di depot Pertamina Kalabahi,” kata tokoh masyarakat Alor itu.
Kami berani menduga ini, lanjut dia, karena sering melihat oknum aparat berseragam yang terlihat di kediaman atau gudang milik sejumlah kontraktor besar, bahkan kadang terlihat seperti menjadi ‘jongosnya’ pengusaha dimaksud. Mereka juga mempertanyakan pihak PT Pertamina Alor dan pengusaha SPBU di Alor jangan sampai ada oknum di pertamina atau oknum di SPBU yang bermain memberikan kwitansi kepada empat perusahaan ini, karena di pertanggung jawaban empat perusahaan ini tentu wajib melampirkan kwitansi pembelian solar non subsidi dari pihak pertamina atau SPBU.
“Ini beli solar subsidi di SPBU terus nota pertanggung jawabnya solar industri bagaimana. Karena dalam pertanggungjawaban kepada pemberi kerja, perusahaan kaya raya ini wajib melampirkan kwitansi pembelian solar non subsidi atau industri. Kami tidak percaya lagi dengan aparat maka kami mengadukan hal ini kepada bapak-bapak wartawan,”tegas mereka.
“Bayangkan, harga solar non subsidi Rp. 14.450/per liter di Pertamina, sementara 4 perusahaan ini beli di SPBU dengan harga subsidi hanya Rp. 6.800/per liter. Selisihnya jauh yakni Rp. 7.650/per liter. Ini yang kemudian kami sebut sebagai upaya sadar empat perusahaan besar yang diduga merampok hak orang miskin. Kami mohon supaya media berani membongkar kejahatan yang diduga dirancang secara sistematis agar mereka tidak lagi merampok apa yang menjadi hak rakyat miskin,” pungkas mereka. ***(joka)