Kalabahi, wartaalor.com – Komunitas Alor Tanpa Batas (ATB) yang digandrungi oleh Vincent Sulu, Pdt. Loisa Ena Blegur, Pdt. Feby Balla, Lusia dan Yosafat Laka segera dideklarasikan, Selasa, (14/2/23) siang atau bertepatan di hari Valentine Day di Lapangan Mini Kalabahi. Komunitas ini lahir dari sebuah keprihatinan besar terhadap melejitnya tindakan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan.
Hari ini saya Vincen Sulu, Pdt. Loisa Ena Blegur, Pdt. Feby dan Lusia, kami pingin menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan rencana kegiatan yang akan dibuat oleh Komunitas Alor Tanpa Batas untuk menghimpun segenap generasi muda dengan sasaran spesifik kita kepada pelajar dan mahasiswa dalam merayakan hari Valentin Day, sebut Vincent yang juga Kepala Cabang Bank NTT Kalabahi Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam bincang-bincang dengan pekerja media di Resto Mama Kalabahi, Senin (13/02/23).
Komunitas yang bakal dideklarasi hari ini (Selasa, 14/02) ini demikian Vincent, bertolak dari kondisi sosial kemasyarakatan kita bahwa kita di Alor dalam satu-dua tahun terakhir ini menemukan banyak sekali masalah kecil yang bersinggungan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan, khususnya yang bersinggungan langsung dengan kehidupan remaja, anak dan perempuan.
“Teman-teman sering naikan berita tentang tindakan adanya kekerasan, pelecehan seksual. Ada juga ketidakadilan bagi sekolompok pekerja, baik itu pekerja wanita maupun pada umumnya,” ungkap Vincen didampingi Pdt. Loisa, Pdt. Feby Balla dan Lusia.
Masalah-masalah kecil ini kata Vincent ini dihipum pihaknya dan telah didiskusikan kira-kira masalah seperti ini apa kita biarkan saja diselesaikan sendiri oleh pemerintah, oleh kelompok pekerja tertentu atau kita perlu ambil peran atau ulur tangan.
Karenanya, Ia dan beberapa teman, Pdt. Loisa, Pendeta Feby, Nona Lusy dan Yosafat Laka setelah melakukan diskusi memutuskan perlu bentuk satu komunitas. Dan komunitas ini adalah Komunitas Lintas Batas, tidak lihat orang mana, dari mana, tidak melihat kerja dimana, tidak melihat agama apa dan tidak lihat suku apa. Yang mau kita omong bahwa adalah kita semua adalah orang Alor, kita punya tanggung jawab yang sama bagaimana membantu masyarakat, membantu pemerintah, kita bantu kita menyelesaikan masalah-masalah yang kecil itu.
Dijelaskan Vincent, masalah-masalah kecil yang ditangkap pihaknya mengalami peningkatan, terutama angka kekerasan terhadap perempuan, anak dan remaja di daerah ini. Ada juga masalah ketenagakerjaan yang berakar kepada ketidakmampuan kita menyiapkan angkatan kerja yang baik dan menyediakan ruang bagi masyarakat kita untuk mendapatkan kesempatan kerja.
Masalah lain yang lebih sensitif dan itu berhasil diidentifikasi pihaknya adalah terkait dengan pola hidup anak dan remaja kita, yaitu pergaulan yang cenderung lebih bebas dampak dari media sosial yang tidak terkontrol.
Menurut Vincent, Alor ini diberkahi Tuhan dengan alam yang demikian bagus tetapi belum semuanya alam ini dikelola dengan baik, bahkan cenderung mengalami kerusakan. Baik itu yang disengajakan dan tidak dengan sengaja.
“Kita lihat kalau kita berjalan ke arah barat, di beberapa pesisir itu orang tidak segan-segan dan tidak merasa malu membuang sampah sesuka hati mereka. Pantai bagus, sudah ditulis ini pantai wisata, tetapi di sebelah orang bisa bangun kandang kambing dengan sesuka hati,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa masalahnya tidak besar, kecil-kecil. Karena itu kami melihat yang kecil-kecil ini untuk kami selesaikan. Kami sudah maping ini masalah-masalah kecil, kami berharap teman-teman wartawan bisa mengambil bagian untuk bersama kita.
Ditambahkannya, hari ini pihaknya akan deklarasi Komunitas Alor Tanpa Batas. Melalui deklarasi ini kami mau menyatakan bahwa kami ada diantara kita yang ada. Jadi, kita yang besar itu sudah ada, sudah kerja. Kalau ada kelompok kecil kami ini mau bilang bahwa kami ada dan mau ambil peran.
Komunutas Alor Tanpa Batas ini menurut Vincent, lahir untuk melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, anak dan remaja.
Di komunitas ini akan kita lakukan pelayanan pendampingan, kita akan lakukan konseling dengan beberapa model kenseling kita. Beberapa psikolog, praktisi yang berpengalaman sudah kami siapkan untuk melakukan pendampingan.
Komintas Alor Tanpa Batas ini juga kata Vincent siap melakukan edukasi pemuda, remaja dan anak tentang resiko pergaulan bebas PMS.
“Kita belum punya apa-apa. Tetapi satu dua bulan ke depan ini kita coba lakukan pendidikan fokasi terbatas. Yang paling pertama adalah bagaimana membuka minset anak-anak dan remaja untuk tidak berpikir hanya menjadi ASN (PNS), tidak jadi orang kantoran. Kita pindahkan kantor kita di laut, kita pindahkan kantor kita di kebun, di sawah, di kanadang ayam, di kandang kambing, tambah Vincent.
Terkait dengan pekerja, pihaknya akan dimendorong masyarakat secara umum dan pemerintah sebagai pemangku kepentingan tertinggi untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap pemenuhan hak-ahak para pekerja di sektor non formal.
“Ada gep yang cukup besar antara upah minimum regionel kita, dan ketercukupan kemampuan kita untuk mencukupi diri sendiri dalam pemenuhan sembilan kebutuhan dasar,” pungkasnya. ***(joka)