Kupang, wartaalor.com – Perjuangan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk membesarkan sekolah-sekolah swasta di seantero Flobamorata semakin gencar dilakukan.
Keresahan terkini, rata-rata sekolah swata kehilangan 3 – 10 guru terbaiknya karena lulus P3K. Sebagian kecil sudah diberhentikan dan direkrut guru yang baru. Sedangkan sebagian besar lainnya masih mengajar di sekolah swasta sambil menunggu penempatan ke sekolah negeri.
Menguliti aneka masalah yang mendera sekolah swasta tersebut, BMPS NTT telah beraudiens dengan Senator Paul Liyanto, Senin (10/10/2022) lalu. Kesempatan itu Paul berjanji ‘berteriak’ dalam paripurna DPD RI di Jakarta nanti.
Terbaru, BMPS NTT beraudiens dan berdialog dengan Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, Anita Jacoba Gah, SE, di Resto Celebes Kupang, Sabtu (15/10/2022.
Politisi Partai Demokrat ini juga berjanji siap adu nyali di Kementerian Pendidikan RI untuk memperjuangan nasib sekolah-sekolah swasta di NTT yang tidak terurus secara baik.
Dialog diawali pemaparan aneka masalah yang mendera sekolah-sekolah swasta di NTT hasil kajian BMPS. Pemaparan disampaikan Wakil Ketua BMPS NTT, yang juga Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Kornelis Usboko, Pr.
Romo Kornelis menyebut ada empat masalah serius yang saat ini membelenggu sekolah-sekolah swasta di NTT berdasarkan hasil kajian tahun 2022.
Pertama, penumpukan peserta didik yang membludak di sekolah negeri. Dampaknya, ada sekolah swasta gigit jari ketiadaan siswa baru. Misalnya, di SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki 7 siswa baru tahun ajaran 2022. Pemicunya, sekolah negeri melanggar Juknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022. Sekolah negeri hanya mau mengejar banyaknya dana BOS, mengabaikan pendidikan karakter.
Kedua, program P3K merugikan sekolah swasta. Sampai saat ini belum ada regulasi baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka.
“Sekolah kami juga terkena dampaknya. Dua guru harus pergi ikut tes P3K, tak ada penggantinya,” ujar Fredus Kolo, Kepala SMK Sint Carolus Kupang.
Bahkan dia menyebut, di SMA Kristen Kupang harus kehilangan 8 orang guru karena ikut P3K.
“Jadi kita menanam orang lain yang panen,” tambah Winston Rondo, Ketua BMPS NTT.
Ketiga, perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi dengan alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi, maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.
Keempat, honor atau gaji guru sekolah swasta sangat rendah, di bawah Rp 500 ribu/bulan. Apesnya, pembayarannya masih dicicil. Juga banyak guru sekolah swasta tidak mendapat insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp 400 ribu/bulan.
Rekomendasi
Audiens tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi, seperti dari Romo Kornelis untuk diperjuangkan oleh Anggota DPR RI, Anita Gah di aras nasional.
Pertama, DPR RI ikut mengawal pelaksanaan PPDB setiap tahun ajaran agar tidak merugikan sekolah swasta.
Meminta dukungan DPR RI agar mendorong adanya kebijakan lebih besar di tingkat kementerian untuk perlakuan yang adil dan setara terhadap sekolah swasta dan negeri baik dalam kebijakan sarana/prasarana sekolah, kesejahteraan guru, diklat guru dan PPDB.
Secara khusus dalam penerapan teknologi pendidikan dalam rangka MERDEKA BELAJAR di NTT ternyata masih sangat banyak sekolah dan yayasan swasta yang tidak punya sumber daya memadai untuk menerapkan teknologi pendidikan.
“Kami berharap dukungan DPR RI dan pemerintah pusat agar berkenan melakukan subsidi teknologi pendidikan,” tegas Romo Kornelis.
Romo Kornelis juga mendorong agar dalam RUU SISDIKNAS dimasukkan secara spesifik kebijakan dan keberpihakan pemerintah untuk ikut serta melindungi dan memperkuat peran sekolah swasta di Indonesia. Termasuk perlu adanya direktorat khusus sekolah swasta di Kementerian Pendidikan sebagaimana yang pernah ada sebelumnya.
Kedua, meminta dukungan DPR RI untuk mendorong kebijakan tingkat nasional untuk merekrut khusus guru P3K untuk ditempatkan di pos sekolah swasta mengingat bahwa NTT adalah daerah 3T yang mana peran sekolah sangat strategis dan penting. Bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah swasta.
Ketiga, mendorong perlunya revisi UU ASN yang menjadi faktor pembatas penyebab ditariknya guru ASN dari pos sekolah swasta yang sudah ada dan dilarangnya penempatan baru guru ASN ke sekolah-sekolah swasta. “DPR RI perlu meneropong ke bawah agar pemerintah tidak semena-mena,” tegas Romo Kornelis.
Keempat, meminta dukungan DPR RI agar dirumuskan kebijakan pemerintah yang lebih adil dan berpihak untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer baik dari sekolah negeri maupun guru honorer yayasan di NTT yang masih sangat rendah dan memprihatinkan.
BMPS NTT mengusulkan kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar mengangkat semua guru-guru honor (negeri dan swasta) yang telah mengabdi lebih dari 5 tahun ke atas sebagai ASN tanpa harus mengikuti seleksi P3K. Jika dibutuhkan penilaian kompetensi dapat merujuk pada hasil evaluasi guru dari sekolah masing-masing.
“Kami berharap Anggota DPR RI mendengar rintihan dan tangisan sekolah-sekolah swasta,” tambah John Dekresano, pengawas BMPS NTT.
Anggota BMPS NTT lainnya, Sam Litik meminta pemerintah agar ikut memanage sekolah swasta agar bermutu dan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Misalnya, perlunya sharing dana antara pemerintah dan yayasan swasta untuk menggelar diklat guru dan kegiatan lainnya.
Akan Bersuara Keras di Parlemen
Anita Gah dalam tanggapannya mengapresiasi BMPS NTT yang telah mengkaji permasalahan yang mendera sekolah- sekolah swasta, lengkap dengan data-data temuan.
“Ini yang saya butuhkan selama masa reses ini. Saya dari NTT, tentu mengakomodir dan memperjuangkan masalah-masalah bidang pendidikan di NTT, terutama sekolah swasta. Perlu dukungan dari daerah. Saya akan bersuara keras di parlemen,” tegas Anita.
Perihal akar permasalahan yang meliliti sekolah swasta, Anita memastikan karena belum direvisinya UU Sisdiknas. BMPS NTT agar bersama saya memperjuangkan tuntutan revisi UU Sisdiknas. Sekarang ini kita sedang serap aspirasi di lapangan untuk menyempurnakan UU Sisdiknas.
BMPS NTT perlu melihat bagian-bagian mana dari UU itu yang perlu disempurnakan. Bab mana, pasal mana, harus dilihat semuanya. Bila sampai pada titik dan koma, harus jeli. Itu tugas BMPS NTT untuk membantu saya. Saya siap berjuangan di Komisi X dan adu nyali di Kementerian Pendidikan,” terang Anita.
Anita juga berjanji berjuang untuk mengembalikan guru P3K yang telah lulus ke sekolah asal sehingga tidak merugikan sekolah swasta.
Selama masa reses di NTT, Anita meminta BMPS NTT ikut mendampinginya bertemu para pemangku kepentingan seperti Gubernur NTT, walikota dan para bupati untuk bersama-sama meretas permasalahan yang diderita sekolah swasta.
Ketua BMPS NTT, Winston Rondo, menegaskan, untuk membesarkan sekolah swasta di NTT, pihaknya memakai semua lini, terutama penentu kebijakan. “BMPS tidak cuma omong,” tegasnya. *** (tim)