Kalabahi, wartaalor.com – Mantan Vikaris Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) inisial SAS (36 tahun) terancam hukuman pidana mati. Jika tidak dihukum mati, SAS terancam dipenjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Mantan calon pendeta itu diduga melakukan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap belasan anak dibawah umur saat masih menjalankan tugas vikariat di GMIT Siloam Nailang Desa Waisika Kecamatan Alor Timur Laut (ATL) tahun lalu.
“Tersangka SAS kita jerat dengan Pasal 81 Ayat 5 Jo Pasal 76d UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU, Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana,” ujar Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko, SH., S.I.K., MM., didampingi Kasatreskrim, IPTU James Jems Mbau, S.Sos saat jumpa pers di Aula Adya Daksa, Jumad, 30/9/2022 siang.
Menurut Kapolres, modus operandi tersangka adalah melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dan membujuk para korban untuk disetubuhi dengan jalan mengancam mengedarkan atau memviralkan foto telanjang para korban.
“Jumlah korban sendiri sebanyak 14 orang dimana korban persetubuhan anak sebanyak 9 orang, korban persetubuhan dewasa 3 orang serta korban ITE sebanyak 2 orang,” ujar Ari Satmoko merincikan.
Waktu kejadian sendiri, sambung Kapolres Alor, sekitar akhir bulan Mei 2021 sampai dengan awal bulan Mei 2022 dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda, sekitar pukul 07.00 wita sampai dengan pukul 23.00 wita.
“Sebanyak 26 saksi kita periksa dalam kasus ini diantaranya pelapor, para korban (saling bersaksi), para orang tua korban (setelah kejadian diceritrakan oleh para korban), pihak Klasis Alor Timur Laut dan Pendeta Gereja Jemaat GMIT Siloam Nailang,” ungkapnya.
Ari Satmoko pun menyampaikan, berkas perkara SAS ini pun sudah dilimpahkan (Tahap 1) dari penyidik Unit PPA Satuan Reskrim Polres Alor ke JPU pada Kejakaaan Negeri Alor pada tanggal 28 September 2022.
“Tindakan lain yang terus kami lakukan yakni dengan terus melakukan koordinasi dengan instansi lain untuk pemulihan mental dan psikis para korban. Melakukan pendekatan jika masih ada korban lainnya untuk dilakukan upaya proses hukum,” beber orang nomor satu di Polres Alor ini.
Sementara itu, seorang Koster Gereja di GMIT Anainfar Kenarilang Kelurahan Kalabahi Barat, Kecamatan Teluk Mutiara berinisial KAD (57 tahun) juga ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak dibawah umur SAP (13 tahun). Pelaku setiap kali melancarkan aksinya dengan mengiming-imingi korban uang Rp. 5.000 sampai Rp. 50.000.
Kasus ini terungkap berkat laporan FP (52) dengan dasar laporan polisi nomor : LP/B/297/IX/2022/SPKT/Polres Alor/Polda NTT, Tanggal 12 September 2022. Sebanyak 6 orang saksi telah dimintai keterangannya oleh penyidik dari kasus ini.
Tersangka KAD pun kini sudah ditahan di rumah tahanan Polres Alor selama 20 hari sejak hari Jumad tanggal 16 September sampai dengan tanggal 5 Oktober 2022.
Kapolres Alor, Ari Satmoko mengatakan, kejadian pencabulan ini pertama kali terjadi pada tanggal 28 Juli 2022 sekitar pukul 04.00 wita, berlanjut setiap hari sampai 10 Agustus 2022.
“Tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur ini dilakukan dengan cara meraba dan mongorek kemaluan dengan jari serta meremas payudara korban. Tempat kejadiannya itu didalam kamar belakang rumah milik pelapor,” kata Satmoko.
Menurut Kapolres, modus operandi yang dilakukan tersangka juga sama, yakni melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dan membujuk korban untuk dicabuli, dan tersangka memberikan uang kepada korban berkisar Rp. 5.000 sampai Rp. 50.000 sekali tersangka melakukan pencabulan.
“Motifnya adalah tersangka dengan sengaja melakukan pencabulan terhadap korban untuk memenuhi hasrat seksualnya. Rencana tindak lanjut dari kami adalah secepatnya melakukan tahap 1 ke JPU,” ujar Ari Satmoko lagi.
Atas perbuatannya tersebut, kata Kapolres Alor, tersangka KAD dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 Jo Pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU, Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana dengan ancaman 15 tahun kurungan.
Dengan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Alor akhir-akhir ini, AKBP Ari Satmoko, SH., S.I.K., MM., pada kesempatan ini berharap kejadian semacam ini tidak terulang lagi.
“Ini menjadi perhatian kita semua karena tidak cukup hanya pendekatan penegakan hukum saja yang dilakukan polisi. Butuh kerjasama extra dari semua elemen dengan terus meningkatkan sosialisasi, pemahaman untuk menjaga diri dan tidak mudah tergoda dengan bujuk rayu, maupun dari sisi pengawasan orang tua,” harapnya.
Diakhir penyampaiannya, Kapolres juga tidak lupa meminta kepada pihak terkait untuk terus melakukan pengawasan, pemulihan mentalitas para korban sampai tuntas.
“Jangan sampai setengah jalan, ketika pemberitaan sudah reda, kegiatan pendampingan dihentikan. Harus dipastikan betul bahwa mentalitas para korban ini pulih meskipun ada beberapa hal yang tidak bisa kembali tetapi minimal psikis mereka sudah bisa pulih dan bisa beraktifitas seperti sedia kala,” pungkas Kapolres Alor, Ari Satmoko. ***(joka)