Tuntut Hukum Mati, Pendemo juga Minta Sinode Bersihkan Kembali Gereja yang Sudah Dinodai

12 organisasi kelompok pemuda saat orasi di depan Wakapolres Alor Kompol Pieter Yohannes. FOTO: JONI KANAIRMAIH

Kalabahi, wartaalor.com – Lanjut dari kasus dugaan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur, yang dilakukan Sepriyanto Agus Snae, S.Th (SAS), mantan Vikaris di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 12 organisasi kelompok pemuda (OKP) baik lokal maupun nasional yang tergabung dalam Aliansi Keadilan Untuk Perempuan dan Anak Alor turun ke jalan dan melakukan aksi demonstrasi Senin, (12/9/2022).

Aksi dimulai dari titik kumpul Lapangan Mini Kalabahi lalu bergerak menuju Markas Polres Alor dan Kantor Klasis Alor Barat Laut (ABAL) sebagai koresponden klasis se Tribuana.

Bacaan Lainnya

Saat orasi di Polres Alor, pendemo menyatakan mendukung penuh proses hukum polisi terhadap oknum Vikaris yang juga calon pendeta itu. Pendemo meminta agar pelaku SAS dihukum mati, atau dihukum seberat-beratnya sesuai dengan perbuatannya.

“Kami minta kepada polisi agar pelaku SAS dikenakan pasal berlapis. Baik itu pasal perlindungan anak, pornografi, ITE atau dihukum seberat-beratnya dengan UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati,” tegas Erwin Steven Padademang selaku koordinator aksi.

Menurut Erwin, pelaku SAS (35 tahun) saat melakukan aksi persetubuhan dengan anak dibawah umur selalu merekam video. Ia juga mengirim pesan WhatsApp berisikan pornografi kepada para korban bahkan mengancam bila permintaan untuk bersetubuh ditolak para korban.

Aktivis HMI bernama Habibie Maley menyatakan pelaku SAS adalah seorang pemuka agama, yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Namun kenyataannya dia justru menjadi perusak generasi masa depan anak-anak sebagai calon pemimpin bangsa.

Aktivis keterwakilan perempuan juga mengutuk keras perbuatan oknum Vikaris yang adalah calon pendeta. Sebab perbuatan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak telah mencoreng harkat dan martabat kaum perempuan.

Sementara itu, saat aksi di depan Kantor Klasis ABAL, pendemo Dedy Letmau meminta Majelis Sinode GMIT agar membersihkan kembali rumah ibadah (gereja) yang sudah dinodai seperti semula. Menurut dia, aksi tak senonoh oleh predator sex SAS dilakukan di kompleks Gereja yakni di pastori, konsistori bahkan didalam Gereja serta beberapa tempat.

Dia mengatakan, Gereja adalah rumah ibadah bagi umat Kristen untuk berkumpul dan memuliakan Tuhan. Bahkan konsistori sebagai ruang persiapan pelayan untuk ibadah, jemaat pun tidak sembarangan masuk didalam. Namun saat ini kekudusannya justru dinodai oleh oknum calon pendeta.

“Gereja ini kami bangun dengan bersusah payah baru ada berdiri. Sinode tidak tambah uang satu sen pun. Orang tua kami jual ubi, jual pisang baru bangun gereja. Lalu kenapa orang datang dan nodai dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Kami minta Majelis Sinode turun lap kasih bersih kami punya gereja yang sudah dikotori oleh oknum Vikaris,” tegas Dedy Letmau dalam orasinya di depan Kantor Klasis ABAL.

Warga Alor Timur Laut (ATL) bernama Jhon juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Majelis Sinode yang katanya sedang melakukan pendampingan dan pemulihan psikologi korban, tetapi ternyata tidak ada.

“Katanya Sinode turun buat pemulihan psikologi korban, tidak ada. Bahkan sejak kasus ini dilaporkan, Ketua Sinode saja tidak pernah turun dan lihat korban dan keluarga. Ini sangat disesalkan,” tegas Jhon.

Ketua GMNI Cabang Alor, Cornelis Banabera dalam orasinya meminta Sinode agar betul-betul selektif memilih Vikaris untuk ditahbiskan sebagai pendeta. Dia juga meminta Majelis Sinode untuk potong gaji para pendeta agar supaya ke depan Vikaris yang melakukan tugas vikariat sebagai syarat menjadi pendeta betul-betul sesuai panggilan dan tidak melihat gereja sebagai lapangan kerja.

“Sebagai Ketua GMNI yang juga sebagai warga GMIT saya minta Majelis Sinode supaya potong gaji para pendeta. Supaya ketika calon-calon pendeta lain mereka tidak melihat besaran gaji tetapi mereka betul-betul karena terpanggil. Sebab kalau tidak maka orang jahat pun mau jadi pendeta,” tandas Cornelis.

Wakapolres Alor, Kompol Pieter Yohannes saat menerima para pendemo menyatakan saat ini proses hukum bagi SAS, pelaku dugaan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur sedang dalam penanganan oleh penyidik. Kompol Pieter mengatakan, kasus yang dilakukan oknum Vikaris Gereja itu adalah kejahatan luar biasa.

“Sebagai orang GMIT saya malu dengan perbuatan SAS. Ini kejahatan luar biasa dan kami akan proses hukum dengan hukuman seberat-beratnya. Kalau nanti putusan tidak sesuai dengan yang diharapkan, saya harap adik-adik mahasiswa jangan salahkan kami polisi. Pasal-pasal yang adik-adik sebutkan itu semua kami kenakan. Tetapi nanti pengadilan yang memutuskan,” tandas Pieter Yohannes.

Ketua Majelis Klasis ABAL, Pdt. Simon Petrus Amung, S.Th juga mengatakan pada prinsipnya kita semua terus mendukung agar proses hukum ini dapat berjalan dengan baik. Pendeta Simon Petrus mengatakan, untuk pendampingan bagi korban juga sudah dilakukan oleh Majelis Sinode GMIT.

“Sebagai orang tua, sebagai orang Alor kita sayang anak-anak kita. Dan kami mengecam keras perbuatan oknum SAS. Kita sama-sama terus mendukung agar proses hukum dapat berjalan dengan baik. Apabila ada hambatan dan lain sebagainya, atau ada pihak-pihak yang sengaja menghambat proses ini silahkan bawa bukti-bukti dan kita laporkan. Supaya tidak terjadi perbedaan pemahaman ditengah-tengah kasus ini,” ujar Simon Petrus Amung. ***(joka)

Pos terkait