Setelah Sekwan Daud Dolpaly, Kini Polisi Periksa 4 Anggota DPRD Alor Terkait SPPD Fiktif

Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU Yames Jems Mbau, S.Sos

KALABAHI, WARTAALOR.com – Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kepolisian Resor (Polres) Alor memanggil dan memeriksa 4 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, Kamis, 30 Juni 2022.

Pemeriksaan 4 Anggota DPRD Alor itu sebagai tindaklanjut laporan Alor Coruption Watch (ACW) baru-baru ini, setelah sebelumnya polisi juga memeriksa Sekwan Alor Daud Dolpaly, SH dalam kasus yang sama.

Bacaan Lainnya

Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU Jems Mbau, S.Sos saat dihubungi WARTAALOR.com via pesan Whatsapp, Jumat, 1 Juli 2022 membenarkan adanya pemeriksaan tersebut.

“Sedang dalam tahap penyelidikan klarifikasi pihak-pihak sesuai dalam pengaduan rekan-rekan ACW Kab. Alor Ketua DPRD, Sekwan dan 4 Anggota DPRD telah diundang guna klarifikasi. Akan dijadwalkan pihak-pihak terkait lain diundang klarifikasi,” tulis Kasat Reskrim Polres Alor yang diterima Wartawan.

Ketika ditanya siapa pihak-pihak terkait lain yang akan diundang klarifikasi, Ia menjawab Inspektorat Daerah (IRDA) Provinsi NTT sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang ada.

Sebelumnya, pada 7 Juni 2022 lalu Penyidik Unit Tipikor Polres Alor juga memanggil dan memeriksa Sekwan Alor, Daud Dolpaly, SH dalam kasus yang sama. 

Ditemani dua stafnya, Dolpaly tiba diruang penyidik sekitar pukul 11.30 Wita dan selanjutnya dimintai keterangannya.

“Hari ini Unit Tipikor melaksanakan klarifikasi Sekwan DPRD Kabupaten Alor terkait dugaan perjalanan dinas fiktif anggota DPRD yang dilaporkan ACW saat menggelar aksi demonstrasi beberapa hari lalu. Giatnya sementara berlangsung,” ujar Kasat Reskrim seperti berita media ini sebelumnya.

Ketua ACW, Aldi D Mooy menyampaikan apresiasi terhadap langkah Polres Alor dalam menindaklanjuti laporan yang dilayangkan pihaknya.

“Kami minta penyidik untuk mengusut tuntas kasus ini secara baik dan transparan sesuai dengan aturan yang berlaku karena ini sudah sangat bobrok,” tegasnya.

Ia juga berharap, laporan ACW ini menjadi awal dan juga pelajaran untuk keseluruhan anggota dewan, maupun pimpinan daerah sehingga dikemudian hari tidak ada lagi terjadi kasus yang sama.

“Praktek semacam ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga pemberantasannya juga harus dilakukan secara luar biasa,” ujarnya.

Dalam surat laporan ACW terkait dugaan SPPD fiktif ini kata Aldi, melibatkan empat anggota DPRD berinisial DM, LJ, MB dan AL. Namun menurutnya, untuk AL sendiri sudah mengembalikan kerugiaannya.

“Sementara dugaan SPPD fiktif anggota dewan ini sendiri muncul dari hasil temuan Inspektorat Daerah Provinsi NTT tahun 2020,” tutup Aldi Mooy.

Diberitakan media WARTAALOR.com bulan September 2021 lalu, Inspektorat Daerah (IRDA) NTT pada April 2021 melaporkan hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pos Sekwan Alor Tahun Anggaran 2020/2021.

Audit IRDA NTT itu sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan guna mewujudkan proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.

Informasi yang diperoleh Wartawan dari sumber yang tak ingin namanya ditulis menyebut, laporan hasil pemeriksaan tanggal 09 April 2021 itu, khusus pada item perjalanan dinas DPRD dan ASN pada Sekretariat DPRD Alor ditemukan empat anggota dewan masing-masing Abdul Gani R Djou, Marthen Luther Blegur, Dony Manase Mooy, dan Azer D. Laoepada terdapat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang diduga fiktif. Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 81.407.000 (Delapan Puluh Satu Juta Empat Ratus Tujuh Ribu Rupiah).

Perjalanan dinas empat anggota dewan ini diduga fiktif diketahui nama yang tertera pada bukti tiket (pesawat) dan boarding pass, berbeda dengan nama yang muncul pada hasil scan barcode tiket dan boarding pass.

Empat anggota dewan itu diketahui satu orang melakukan perjalanan dinas koordinasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan NTT di Kupang pada bulan Desember 2020. Sementara tiga lainnya melakukan koordinasi Kemendagri RI di Jakarta pada bulan Februari dan Maret 2021.

IRDA NTT kepada Sekretaris DPRD Alor (saat itu dijabat Drs. Yulius Plaikol) agar memberitahukan kepada pelaku perjalanan dinas, bahwa pemeriksaan telah menemukan ada pertanggungjawaban perjalanan dinas yang tidak benar. Karena itu, pelaku perjalanan dinas harus segera menyetor kembali sebelum laporan final selesai dibuat oleh pemeriksa.

Anggota dewan Abdul Gani R Djou, Marthen Luther Blegur dan Dony Manase Mooy berdasarkan laporan hasil pemeriksaan diduga tidak ada perjalanan dinas. Sebab boarding PP Alor-Kupang dan Kupang-Jakarta yang mereka pertanggungjawabkan tertera atas nama orang lain yakni Dyana Rosihan dengan Kode IW 1932. Nama itu jelas tidak sesuai dengan bukti boarding dan nama pelaku perjalanan dinas.

Informasi yang didapati, untuk Marthen Luther Blegur terdapat dua kali perjalanan dinas yang sama boarding PP juga atas nama orang lain yaitu M. Mite dan M Abdullah. Sementara perjalanan dinas Azer D Laoepada juga keabsahan tiketnya diragukan. Setelah ditelusuri, ternyata nama yang muncul pada barcode boarding dan tiket atas nama Martha Migel Lefo.

Rekomendasi IRDA NTT ketika itu menerangkan bahwa perbuatan anggota dewan dari partai PPP, Nasdem, PSI dan Golkar ini membuat mereka harus menyetor kembali kerugian keuangan negara sebesar Rp 81.407.000 ke rekening Bendahara Umum Daerah (BUD) melalui Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD Alor.

Keempat wakil rakyat ini, diketahui menggunakan uang negara (SPPD) masing-masing sebesar Abdul Gani R Djou Rp 18.169.000, Marthen Luther Blegur Rp 36.569.000 untuk dua kali perjalanan dinas, Dony Manase Mooy Rp 18.169.000 dan Azer D Laoepada Rp 8.500.000. ***(joka)

Pos terkait