KALABAHI, WARTAALOR.com – Masih terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Daerah (IRDA) Provinsi NTT atas penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pos Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor tahun 2021/2021. Dalam LHP tertanggal 9 April 2921 lalu itu, IRDA temukan perjalanan dinas 4 anggota DPRD Alor diduga fiktif, seperti berita media ini sebelumnya.
Kasus itu cukup menjadi perbincangan hangat publik Alor akhir-akhir ini, hingga tidak lepas dari pantauan salah satu pakar hukum pidana/perdata Alor, Melkzon Beri, SH, M.Si, yang melihat perbuatan 4 legislator inisial AGRJ, MLB, DMM dan ADL telah menciderai citra dan wibawa lembaga.
Menurut Melkzon, bahwa persoalan tersebut, yang harus dilihat adalah dasarnya yaitu LHP. Dari dasar itu, kata Melkzon, kemudian terungkap ada surat perintah perjalanan dinas (SPPD) 4 anggota dewan diduga fiktif sebesar Rp 81.407.000.
“Ada pelaku perjalanan dinas oknum anggota DPRD ke Jakarta tetapi faktanya tidak jalan. Kemudian SPPDnya dikirim dan disahkan tiket dan boarding pass bukan atas nama pelaku perjalanan itu, tetapi atas nama orang lain,” kata Melkzon kepada Wartawan, Kamis, (9/9/21).
Ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Kencana Kasih NTT yang berkantor di Jl. TDM 1 Gang Komodo 2, RT 01/RW 01 Kelurahan TDM Kecamatan Oebobo, Kota Kupang ini menandaskan, dari LHP itu, kemudian ditindaklanjuti dengan surat Sekwan Daud Dolpali yang meminta 4 anggota dewan menyetor biaya perjalanan fiktif itu ke rekening Bendahara Umum Daerah (BUD), melalui bendahara sekwan.
Menurut Melkzon, dari peristiwa hukum itu, kemudian dikaitkan dengan apakah memenuhi unsur pidana atau tidak, ada dua sisi yang harus dilihat. Yang pertama, bahwa apakah peristiwa itu dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum? Yang kedua, apakah peristiwa hukum itu muncul karena ada niat?.
“Sehingga, kalau ada pertanyaan bahwa itu adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan atas dasar niat (tau, sadar dan mau) atau disebut minsrea? Benar. Sebab perbuatan itu kemudian dihubungkan dengan tau, sadar dan mau, jelas melawan hukum dan nyatanya sudah terjadi dan itu ada unsur pidana,” tandas Melkzon sembari menambahkan perbuatan itu tidak terlepas dari adanya kerjasama pihak lain.
“Itu ada kerjasama dengan orang lain, mereka (4 anggota dewan) tidak mungkin buat tanpa ada komunikasi dengan orang lain hingga muncullah tiket itu. Jadi bukan mereka yang buat, tetapi atas kemauan mereka inilah kemudian dihubungkan dengan orang lain. Sehingga disitu ada muncul unsur kerjasama melawan hukum itu,” tegasnya lagi.
Mantan Kabag Hukum Setda Alor ini mencontohkan, bahwa kita keluar dari rumah dengan sepeda motor lalu kita tabrak orang. Apakah itu ada niat? Yang jelas tidak ada niat tetapi menabrak orang itu adalah perbuatan melawan hukum.
“Jadi perbuatan oknum anggota DPRD Alor itu jelas melawan hukum, sebagaimana pasal 55: 1 KUHP. Ini betul-betul ada niat dan kemauan untuk memperkaya diri walaupun nilainya tidak seberapa. Tetapi perbuatan itu dari konteks kenegaraan dalam kedudukan sebagai pejabat politik (anggota DPRD) di daerah ini, perbuatan itu telah menciderai citra dan wibawa lembaga,” tandas Melkzon.
Melkzon yang juga Advokat Peradi NTT ini menandaskan, kenapa setiap anggota DPRD itu dilantik dan diambil janji sumpahnya, karena ada citra negara yang melekat dalam dirinya sehingga harus dijaga dengan baik. Janji sumpah itu, kata Melkzon, kemudian mendorong untuk melaksanakan tugas yang diemban dengan baik sebagai representasi dari rakyat.
“Jadi jangan lihat (dia) satu orang, tetapi dibelakang dia ada ratusan ribu orang yang menghantarkan dia ke DPRD. Sehingga ketika perbuatan melawan hukum itu dia lakukan, sangat mencoreng berapa ribu orang yang menghantarkan dia ke DPRD itu,” tandas Melkzon.
Melkzon Beri juga menyinggung surat Sekwan Daud Dolpali yang tidak konsisten dalam memberikan informasi.
“Inikan tidak konsisten. Dimana Sekwan dalam suratnya meminta 4 anggota DPRD menyetor kembali biaya perjalanan dinas fiktif ke rekening BUD. Tetapi kemudian Sekwan sendiri mengeluarkan pernyataan, bahwa 4 anggota dewan sudah serahkan bukti tiket dan boarding asli. Pertanyaan sederhana, darimana tiket dan boarding asli itu didapat? Jadi seorang pejabat harus memberikan informasi yang benar kepada publik, sebab informasi tersebut akan menjadi konsumsi publik,” ungkap Melkzon.
GMNI Alor Ancam Lapor 4 Anggota DPRD ke Polisi
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Alor juga ikut respon atas dugaan SPPD fiktif 4 anggota DPRD. GMNI melakukan audiens dengan pimpinan DPRD Alor di Ruang Kerjanya Ketua DPRD, Enny Anggrek, Jumat, (10/9/21) pagi.
Dalam audiens itu, GMNI sangat menyayangkan perbuatan 4 anggota DPRD sebagai representasi rakyat tetapi diduga melakukan perjalanan dinas fiktif berdasarkan LHP IRDA NTT. GMNI dengan tegas meminta pimpinan DPRD untuk memberikan kode etik kepada 4 anggotanya.
GMNI dalam pernyataan sikap tertulis yang ditandatangani Ketua Seprianus Oko dan Sekretaris Jamaludin Illu, menuntut 3 poin penting. Yang pertama; Melalui Ketua DPRD selaku pimpinan, meminta keempat anggota dewan agar segera menyetor biaya SPPD fiktif ke rekening BUD.
Yang kedua; Meminta Ketua DPRD Alor selaku pimpinan memberikan ketegasan kepada setiap anggotanya yang melakukan kelalaian dalam tugas dan tanggungjawab sesuai kode etik dan peraturan yang berlaku, agar tidak mencoreng nama dan marwah lembaga.
Yang ketiga; Meminta Ketua DPRD Alor untuk melakukan evaluasi kinerja anggotanya, karena dalam temuan IRDA NTT terdapat indikasi dugaan perencanaan tindak pidana korupsi secara berjamaah.
GMNI dalam audiens itu mengatakan, akan kembali lagi ke kantor DPRD guna mempertanyakan tiga poin tuntutan itu apakah sudah ditindaklanjuti atau tidak. Sehingga kalau tidak ditindaklanjuti, GMNI bawa ke ranah hukum (kepolisian dan kejaksaan) untuk dilakukan proses hukum.
Pada kesempatan itu, Ketua DPRD Enny Anggrek dan Wakil Ketua Sulaiman Singh menjelaskan bahwa untuk menjawab tuntutan GMNI itu tidak bisa sertamerta. Sebab di lembaga DPRD ada mekanisme yang mengatur. Sehingga, bila GMNI berniat membawa persoalan itu ke ranah hukum silahkan sebagai fungsi kontrol atas kinerja anggota DPRD.
Seperti berita sebelumnya, Pemprov NTT melalui IRDA, pada bulan April lalu, melaporkan LHP pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pos Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor TA 2020/2021. Ada sejumlah item kegiatan belanja mendapat senter, salah satunya adalah perjalanan dinas sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan guna mewujudkan proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.
Informasi yang diperoleh Wartawan dari sumber terpercaya yang tak ingin namanya ditulis menyebut, LHP IRDA NTT tanggal 09 April 2021 itu, khusus pada item perjalanan dinas DPRD dan ASN pada Sekretariat DPRD Alor, ditemukan empat anggota dewan inisial AGRJ, MLB, DMM dan ADL pertanggungjawabannya terindikasi fiktif sebesar Rp 81.407.000 (Delapan Puluh Satu Juta Empat Ratus Tujuh Ribu Rupiah).
IRDA NTT temukan dugaan perjalanan dinas fiktif dimana, nama-nama empat anggota dewan yang tertera pada bukti tiket (pesawat) dan boarding pass, berbeda dengan nama yang muncul pada hasil scan barcode tiket dan boarding pass. Empat anggota dewan itu, diketahui satu orang melakukan perjalanan dinas koordinasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan NTT di Kupang pada bulan Desember 2020. Sementara tiga lainnya melakukan koordinasi Kemendagri RI di Jakarta pada bulan Februari dan Maret 2021.
IRDA NTT kepada Sekretaris DPRD Alor (saat itu dijabat Drs. Yulius Plaikol) agar memberitahukan kepada pelaku perjalanan dinas, bahwa pemeriksaan telah menemukan ada pertanggungjawaban perjalanan dinas yang tidak benar. Karena itu, pelaku perjalanan dinas segera mengklarifikasi kembali sebelum laporan final selesai dibuat oleh pemeriksa.
Anggota dewan AGRJ, MLB dan DMM berdasarkan LHP diduga tidak ada perjalanan dinas. Sebab boarding penerbangan Alor-Kupang dan Kupang-Jakarta pergi pulang (PP) yang mereka pertanggungjawabkan tertera atas nama orang lain yakni Dyana Rosihan dengan Kode IW 1932. Nama itu jelas tidak sesuai dengan bukti boarding dan nama pelaku perjalanan dinas. Informasi yang didapati pula, untuk MLB terdapat dua kali perjalanan yang sama boarding PP atas nama orang lain yaitu M. Mite dan M Abdullah.
Sementara perjalanan dinas ADL juga keabsahan tiketnya diragukan. Setelah ditelusuri, ternyata nama yang muncul pada barcode boarding dan tiket atas nama Martha Migel Lefo. IRDA NTT rekomendasikan, perbuatan anggota dewan dari partai PPP, Nasdem, PSI dan Golkar ini untuk menyetor dana fiktif Rp 81.407.000 ke daerah.
Keempat wakil rakyat itu, diketahui menggunakan uang negara masing-masing AGRJ Rp 18.169.000, MLB Rp 36.569.000 untuk dua kali perjalanan, DMM Rp 18.169.000 dan ADL Rp 8.500.000.
Informasi yang didapati pula, Sekretaris DPRD Alor, Daud Dolpali, SH sudah bersurat kepada keempat anggota DPRD agar dapat menyetor kembali uang itu ke rekening BUD melalui Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD Alor, hingga batas penyetoran tanggal 10 September 2021.
Ketika dikonfirmasi Wartawan di Ruang Kerjanya, Jumat, (3/9/21), Daud Dolpali mengakui itu. Namun dia membantah tidak ada perjalanan dinas fiktif.
“Ya ada temuan dari IRDA dan itu harus diselesaikan secara administrasi. Jadi itu bukan fiktif tetapi didalam rekomendasi IRDA menjelaskan ada beberapa item yang harus dilakukan perbaikan. Jadi kalau dibilang fiktif, saya kira itu berlebihan. Tetapi saya lihat teman-teman sudah mulai setor karena memang ada batasan waktu penyetoran yang sudah diatur,” ungkap Daud Dolpali.
Dia menuturkan, dalam catatan IRDA, terdapat ada item-item kegiatan yang administrasinya diakui, tetapi ada juga yang perlu dilakukan perbaikan. “Jadi dalam rekomendasi IRDA itu kan menjelaskan orang harus buat apa, nah itulah yang kemudian saya menindaklanjuti dengan surat pemberitahuan,” ujarnya.
Anggota DPRD Alor, DMM yang dikonfirmasi via telepon juga menguatkan penjelasan Sekwan Daud Dolpali bahwa tidak ada indikasi perjalanan dinas fiktif. “Oh tidak. Kalau kami punya itu kan sebatas klarifikasi to. Bukti tiket dengan boarding asli kami sudah kasih dia jadi sudah klir. Saya, Om Ten dengan Om Lagani kami sudah kasih semua. Sudah tidak ada masalah lagi,” tandas DMM.
Menurut anggota dewan dari Partai Solidaritas Indonesia itu, bahwa hasil temuan itu dikasih waktu 40 hari awal untuk dilakukan klarifikasi. Sehingga pihaknya bersama teman-teman anggota dewan lainnya, telah menyelesaikan itu sejak beberapa waktu lalu.
Penjelasan yang sama juga disampaikan anggota DPRD, AGRJ. Menurut dia, tidak ada catatan IRDA terkait indikasi perjalanan dinas fiktif. “Itu bukan temuan. Jadi setiap anggota DPRD yang lakukan perjalanan dinas itu kan real cost. Setelah pulang, kami pertanggungjawaban ke Sekwan. Kalau ada administrasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, kewajiban kami adalah meluruskan. Dan itu kami 30 anggota DPRD termasuk ketua juga sama, jadi jangan mengerucut ke kami 4 orang,” tandasnya.
Anggota DPRD, ADL juga menyampaikan pihaknya telah menyelesaikan urusan administrasi perjalanan dinasnya ke Sekwan. “Itu siapa yang omong e? Saya baru-baru pigi Kupang itu, pulang saya langsung pertanggungjawabkan administrasinya ke Sekwan. Tapi saya belum dapat pemberitahuan apa-apa jadi nanti saya cek dulu e,” tandas ADL singkat.
Berkaitan dengan itu, Ketua DPRD Alor Enny Anggrek, SH saat dimintai tanggapannya mengatakan, bila memang ada laporan IRDA NTT ditemukan indikasi perjalanan dinas fiktif, pihaknya menyarankan agar dapat menyetor kembali ke rekening BUD sesuai limit waktu yang ada.
Menurut Enny Anggrek, indikasi perjalanan dinas anggota DPRD fiktif itu, bisa saja dimungkinkan ada anggota DPRD yang tidak berangkat tetapi ada pertanggungjawaban.
“Jadi kalau memang ada anggota dewan yang tidak jalan tetapi ada pertanggungjawaban berarti fiktif. Tetapi kalau dia ada jalan, berarti anggota dewan itu menjalankan tugas,” tandasnya.
Ketua PDI-P Alor ini juga mengakui telah mengetahui ada pihak lain yang mengupdate status di media sosial Facebook terkait indikasi perjalanan dinas fiktif anggota DPRD. Sehingga pihaknya menyarankan bila benar demikian, maka anggota dewan tersebut dapat menyetor kembali ke daerah. ***(joka)