CV. Patriot Perkasa Gugat Bupati Alor Cs Terkait Proyek Rumah Gempa di Kolana Selatan

Kuasa Hukum Melkzon Beri, SH, M.Si dan kliennya Melkyades Boymau memberikan keterangan kepada Wartawan. FOTO JOKA

KALABAHI, WARTAALOR.com – Direktur CV. Patriot Perkasa, Melkyades Boymau menggugat perdata terkait proyek pekerjaan perbaikan darurat rumah penduduk rusak berat akibat bencana alam gempa bumi di Desa Kolana Selatan, Kecamatan Alor Timur (ALTIM) Kabupaten Alor, NTT. Berkas perkara perdata terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi dengan Nomor: 34/PDT.6/2021/PNKLB tanggal 16 Agustus 2021.

Perkara itu menggugat Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Alor sebagai Tergugat I, Elisabet Alung, ST, MM mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tergugat II, Konsultan Pengawas PT. Siar Plan Utama Perwakilan Alor Tergugat III, Bupati Alor Drs. Amon Djobo Tergugat IV, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI Tergugat V. Sementara Jacub Lapenangga, S.Pi selaku PPK Dana Siap Pakai (DSP) Penanganan Darurat Bencana di Kabupaten Alor tahun 2020 sebagai Turut Tergugat.

Bacaan Lainnya

Adapun dalil-dalil yang diajukan Penggugat Melkyades Boymau melalui Kuasa Hukum, Melkzon Beri, SH, M.Si dan kawan-kawan, yaitu pada tahun 2016 lalu, penggugat ditetapkan sebagai penyedia paket pekerjaan perbaikan darurat rumah penduduk rusak berat di Kolana Selatan. Penggugat ditunjuk langsung oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Alor melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa untuk melakukan perbaikan rumah tersebut sebanyak 32 unit.

Perkara itu, sudah digelar sidang perdana oleh Majelis Hakim PN Kalabahi yang dipimpin Ketua Dody Rahmanto, SH, MH dan dua anggota Majelis Hakim Regy Trihardianto, SH dan I Made Wiguna, SH, MH pada Rabu, (1/9/21).

Hasil penilaian UNDANA Kupang yang menyatakan pekerjaan diterima

Kuasa Hukum Penggugat Melkyades Boymau, Melkzon Beri kepada Wartawan usai sidang mengatakan bahwa gugatan yang diajukan kliennya merupakan wanprestasi, setelah Majelis Hakim lakukan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atas perkara sebelumnya.

Melkzon Beri menerangkan bahwa, pada tahun 2016 lalu, kliennya mengerjakan proyek paket pekerjaan perbaikan darurat rumah penduduk di Kolana Selatan sebanyak 32 unit.  Sesuai kontrak, pekerjaan itu sumber dana dari DSP Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 1.119.776.000 (Satu Miliar Seratus Sembilan Belas Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Enam Ribu Rupiah).

“Bahwa pada saat itu, Elisabet Alung yang diangkat PPK berdasarkan SK BNPB RI Nomor: 224A tanggal 2 November 2015, mengeluarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Nomor: 01/PPK.PDBGB/PRRB/2016 tanggal 9 Februari 2016 untuk dan atas nama penggugat. Mereka kemudian melakukan ikatan kontrak dengan Nomor: 01/PPK.PDBGB/PRRB/tahun 2016 tanggal 10 Februari 2016,” ujar Melkzon Beri.

Melkzon Beri menjelaskan, awalnya, proses pelaksanaan berjalan dengan baik sehingga pada tanggal 10 Februari 2016, Elisabet Alung mengeluarkan surat perintah mulai kerja Nomor: 39/PPK.PDBGB/PRRB/2016 hingga selesai pelaksanaan tanggal 23 Juli 2016. Kliennya oleh Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia pun kemudian memasukkan jaminan pelaksanaan (Surety Bound) dengan Nomor: SDB 2016 12 00 1 00036698 tanggal 11 Februari 2016.

Melkzon Beri menjelaskan, setelah pekerjaan mulai berjalan beberapa minggu kemudian, kliennya mengajukan permohonan uang muka 30% (Tiga Puluh Persen) dari nilai kontrak yakni Rp 335.932.800 (Tiga Ratus Tiga Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Delapan Ratus Rupiah).

“Jadi setelah uang 30 % cair, klien saya mulai memobilisasi material dan tenaga kerja untuk percepatan pelaksanaan paket pekerjaan dalam pengawasan Konsultan Pengawas. Pelaksanaan pekerjaan tetap memperhatikan spesifikasi pekerjaan dan alokasi waktu,” tandas Melkzon Beri.

Setelah selesai pekerjaan, lanjut Melkzon Beri, kliennya selaku penggugat mengajukan permohonan kepada PPK untuk dilakukan serah terima paket pekerjaan. PPK kemudian membentuk Panitia Penerima Hasil Pekerjaan. Akan tetapi pihak panitia yang dibentuk justru menolak pekerjaan penggugat melalui berita acara.

Menurut Melkzon Beri, penolakan terhadap hasil pekerjaan tersebut bertentangan dengan Laporan Kemajuan Fisik Pekerjaan oleh Konsultan Pengawas, yang menyatakan pekerjaan mengalami kemajuan kurang lebih 76%. “Atas dasar panitia menolak itu, PPK kemudian melakukan Pemutusan Kontrak bersama penggugat dengan Nomor: 02/PPK.PDBGB/PRRB/2017 tanggal 23 Januari 2017. Sisa anggaran untuk pekerjaan 70 % pun tidak dibayar hingga saat ini,” tandasnya.

Hasil penilaian UNDANA Kupang yang menyatakan pekerjaan diterima

Tidak sampai disitu, Penggugat Melkyades Boymau, lanjut Melkzon Beri juga diberi sanksi black list (daftar hitam) melalui surat Nomor: 07/PPK.PDBGB/PRRB/2017 tanggal 23 Januari 2017. Menurut Melkzon Beri, anehnya, terhadap pekerjaan itu, Bupati Alor Amon Djobo kemudian mengeluarkan sejumlah biaya untuk mendatangkan tim teknis dari Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang, guna melakukan uji petik atau penilaian. Hasil penilaian UNDANA justru menerima pekerjaan berdasarkan spesifikasi.

“Nah…jadi ini kan aneh. Karena Pemda Alor yang begitu mengeluarkan biaya yang besar untuk mendatangkan tim teknis dari UNDANA, tetapi hasilnya UNDANA justru menerima pekerjaan itu. Itu artinya bahwa tidak ada alasan mereka tidak bayar sisa anggaran yang ada. Mereka harus bertanggungjawab. Anehnya lagi, pemerintah menolak hasil pekerjaan, tetapi mengijinkan masyarakat tinggal didalam,” tandas Melkzon Beri.

Menurut Melkzon Beri, karena ini sudah terjadi dugaan perbuatan melawan hukum, sehingga kami melakukan gugatan wanprestasi. Para pihak tergugat, Bupati Alor Amon Djobo cs (dan kawan-kawan) serta pihak turut tergugat harus bertanggungjawab dan dituntut membayar kerugian yang dialami penggugat sebesar Rp 1. 671.878.560.

Melkzon Beri menandaskan, total kerugian yang harus dibayar kepada penggugat, sebagaimana disebutkan di atas adalah akumulasi dari Sisa Anggaran 70 % yang belum dibayar Rp 783.843.200, Bunga Bank atas sisa anggaran 70 % X 21 % Rp 832.035.360, Biaya Operasional Koordinasi ke Jakarta Rp 25.000.000, Biaya Akomodasi dan Jasa Pengacara Rp 40.000.000.

“Jadi sesuai mekanisme hukum acara itu kan ada ruang mediasi nanti di PN Kalabahi. Bila mediasi dilakukan dengan baik, maka para tergugat dan turut tergugat cukup membayar kepada kami tunggakan anggaran 70%. Sementara biaya lainnya tidak. Cukup itu menjadi kontribusi kami kepada negara. Tetapi kalau mediasi gagal, sidang dilanjutkan dengan menuntut membayar hak kami sebesar Rp 1.671.878.560,” jelas Melkzon Beri.

Untuk diketahui, perkara perdata itu, Majelis Hakim PN Kalabahi telah gelar sidang perdana Rabu, (1/9/21) dengan agenda pemeriksaan berkas. Sidang akan dilanjutkan pada tanggal 16 September 2021 nanti. ***(joka)

Pos terkait