Esensi Kemenangan Idul Fitri Sebagai Wujud Keberhasilan Iman

Oleh: Riyani Bela (Anggota KAHMI Alor)

PERAYAAN Idul Fitri merupakan salah satu kegiatan hari besar umat Islam yang dirayakan satu kali dalam satu tahun. Biasanya, perayaan hari besar ini punya ciri khas tersendiri dimana hampir semua umat Islam dengan kebahagiaan berkumpul dan melaksanakan sholat bersama dan dilanjutkan kegiatan syawalan dengan bersenyum-sapa, saling bermaaf-maafan, yang muda mendatangi yang tua dan yang tua menerima dengan kerendaahan hati kehadiran yang muda kemudiaan dilanjutkan dengan makan bersama. Itulah keunikan tradisi dalam perayaan Idul Fitri umat Islam khususnya di Indonesia.

Walaupun dalam tiga tahun terakhir perayaan Idul Fitri masih dihujani pendemi Covid-19 – mungkin tahun ini kasus pandemi kiranya mulai berkurang – yang masih menjadi ancaman bagi kesehatan manusia, namun secaara substansi tidaklah berubah perayaan tersebut yakni sebagai momen kemenangan diri atas sifat dasar kelemahan manusia.

Bacaan Lainnya

Doktrin umat islam atas perayaan Idul Fitri merupakan simbol kemengan dirinya terhadap semua kelemahan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Kelemahan yang merupakan gerbang pintu masuk bagi segala kejahatan dan keburukan yang dapat memberikan dampak penyimpangan manusia atas moralitasnya dan menjadi landasan semua perilakunya baik terhadap sesama manusia (sosial) maupun terhadap alam (ekologi). Kemenangan yang telah berhasil menundukan, menjinakan, dan menguasai tawanan hawa nafsunya yang menjadi basis dari unsur-unsur keiginannya.

Puncak perayaan Idul Fitri tentu dilatarbelakangi oleh upaya menahan diri yang menjadi inti semua dari akativitas ibadah puasa. Upaya ini merupakan bentuk pendidikan jiwa yang sangat bersifat pribadi. Tidak ada seorangpun yang bisa mengetahui ibadah puasa orag lain. Ketaatan, kejujuran, dan kesabaran menjadi simpul terpentinng dari ibadah ini. Hanya diri seorang dan diri Nya (Tuhan) yang dapat mengetahuii ibadah tersebut. Hal ini tentu menunjukkan bahwa ada kehadiran Sang Ilahi yang senantiasa mengawasi semua perbuatan seseorang yang berkaitan dengan ibadah tersebut, sehingga kebohongan, pengingkaran, dan rasa tidak sabar dari seseorang yang menjalankan Ibadah puasa dapat terawasi.

Secara budaya-keagamaan, hajatan perayaan hari besar Idul Fitri ini seringkali dihiasi dengan sebuah tradisi yang cukup menimbulkan kesan yaitu shawalan yang sering dibingkai dengan kegiatan halal bihalal seperti yang sudah terungkap diatas. Makna dari syawalan ini adalah mempererat jalinan hubungan persaudaraan sebagai wujud persamaan manusia (egalitarianism) yang terlepas dari ikatan latar bekalang masing-masing pribadi. Kegiatan ini juga menunjukan adanya pengakuan atas sikap manusia yang telah meyimpang dari fitrahnya, maka dari itu ucapan “Minal Aidzin Wal Faidzin” sebagai ungkapan pengakuan atas kesalahan sikap, tutur kata, dan tingkah laku manusia terhadap saudara sesama manusia yang lain.

Adapun dari sisi yang lain, dapat juga pahami bahwa perayaan kemenangan Idul Fitri merupakan wujud keberhasilan iman seseorang. Iman merupakan salah satu bentuk fitrah yang menjadi sarana dalam diri pribadi seseorang yang menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan-nya. Sarana ini akan mendapat peran dan fungsinya apabila seseorang mampu menangkal pengaruh sejarah yang berada di luar dirinya. Karena di samping iman yang fitrah, ada juga unsur kelemahan yang menjadi pintuh kehilangan peran dan fungsi iman dalam diri manusia. Maka puasa adalah salah satu aktifitas ibabah yang menumbuhkan dan menyegarkan kembali fungsi dan peran iman seseorang sehingga pada perayaan Idul Fitri kecenderugan seseorang akan menemukan jalan kesuciannnya (Fitri) sebagai simbol kemenangan dapat dituju.

Sejarah perjalanan hidup manusia tentu tidak terhenti pada pelaksanaan Ibadah puasa yang berpuncak pada Idul Fitri, namun sejarah hidup terus mengalami proses kontinuitasnya. Artinya manusia akan berhadapan lagi degan proses sejarah diluar momen Ramadhan. Hal ini tentu akan menguji kekuatan dan konsistensi fungsi dan peran iman yang telah diraih. Sejarah akan terus mempengaruhi jalan hidup manusia dari luar dirinya, maka tentu kita bertanya, apa yang menjadi alat dalam menjaga fungsi dan peran iman yang telah didapatkan oleh manusia itu. Karena pada faktanya banyak diantara kita umat muslim ketika usai meraih kemenangan, kitapun menganggap perang kehidupan dalam sejarah telah selesai. dengan begitu kitapun akan melepaskan benteng pertahanan dalam diri, sementara pengaruh faktor eksternal akan terus mencari celah untuk memasuki kedalam diri manusia melaluui jalur kelemahannya manusia.

Kualitas iman sebagai bagian dari fitrah manusia akan terus mengarah pada kebenaran. Dalam bersentuhan dengan realitas kehidupan sebagai perjalanan sejarah, manusia membutuhan sebuah pengontrol dan petunjuk dalam tindakannya untuk senantiasa mengarahkan dirinya untuk bersikap sesuai dengan kecenderungan fitrahnya, maka salah satu yang dibutuhkan oleh manusia dalam mengontrol dan memberi petunjuk adalah peranan akal (tentu kita tidak nafikan ada peran dari aspek lain seperti kitab suci). Apabila manusia bertindak tanpa berdasarkan peran akal maka besar kemungkinan manusia keluar dari koridor fitrahnya.

Akal manusia sangatlah berperan dalam mengetahui dan memahami arti dan makna kehidupan dari alam ini. Pemahaman nalar terhadap arti kehidupan ini menjadi dorongan bagi manusia untuk melakukan hal yang tidak merugikan dirinya maupun orang lain. Sikap terbuka, toleransi, musyawarah/komukasi, dan menjunjung tinggi persamaan manusia menjadi tolok ukur manusia dalam menciptakan keadaban hidup. Inilah yang menjadi simbol kemenangan umat islam yang dirayakan melalui Idul Fitri.

Suasana keberadaban seperti diatas, dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan iman seseorang. Indikator keberhasilan ini dicapai melalui proses peribadatan yang memberi kesan kesalehan atas rasa tanggungjawab pribadi yang menjadi landasan kesadaran sosial. Gerakan kesalehan sosial atas dasar tanggung jawab pribadi ini dapat menciptakan suasana lingkungan yang lebih harmonis. Harmonis dalam arti bahwa setiap individu dengan kesadarannya dapat memahami kekuaatan dan kelemahan dirinya dan orang lain. Dengan begitu proses kerjasama dalam membangun sebuah peradaban di suatu lingkungan tertentu dapat tersealisasi dengan baik.

Tujuan sebuah kemenangan adalah membebaskan diri yakni dalam konteks ini adalah membebaskana diri dari berbagai kebelengguan yang selalu menjadi penghalang seseorang dalam melakukan suatu kebaikan. Menghambat seseorang dalam menjalankan kegiatan kemanusiaan dalam arti saling menghargai tugas dan tannggugjawab sebagai seorang wakil Tuhan di muka bumi. Dengan demikian, makna perayaan Idulfitri sebagai simbol keberhasilan iman dapat konsisten dan kontinu dalam menghadapi perjalanan sejarah, maka nalar sebagai salah satu kekuatan petunjuk manusia akan senantiasa mengontrol arah geraak manusia itu sendiri. Apabila sikap dan tingkah laku manusia terlepas dari peran akalnya maka keterlibatan seorang manusia dalam proses sejarah akan mengganggu stabilitas sosial itu sendiri. Disitulah tingkat keberhasilan iman seseorang mulai runtuh.

Wallahu a’lam bi sawab, Wassalam…..,
Sekiaan dan Terima Kasih.
Selamat Hari raya Idulfitri 1443 H
Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir & Batin

Pos terkait