JAKARTA, WARTAALOR.com – Sepanjang berkarier di Barcelona Lionel Messi telah meraih empat gelar Liga Champions. Namun, kisah manis ini belum tentu terulang saat pindah ke Paris Saint-Germain (PSG).
Messi sudah resmi berpisah dengan Barcelona dan mengucapkan salam perpisahan. Meski belum resmi bergabung dengan PSG, bintang Argentina ini disebut hampir pasti membela dengan klub yang dibina taipan asal Qatar, Nasser Al-Khelaifi.
Faktanya, PSG belum punya DNA Liga Champions Eropa. Pencapaian terbaik klub yang baru sembilan kali juara Liga Prancis ini hanya Piala Intertoto yang adalah kompetisi kasta kedua Eropa; kini setara Liga Eropa.
Era Galacticos Real Madrid pada 2002-2003, juga bisa jadi contoh. Setelah gaet Ronaldo Nazario pada 2002 dan David Beckham pada 2003, setelah era Luis Figo dan Zinedine Zidane berjaya pada musim 1999/2000 dan 2001/2002, Liga Champions gagal diraih.
Seperti dilansir CNN Indonesia, 09 Agustus 2021, jika melihat daftar nama skuad tim asuhan Mauricio Pochettino, sejatinya sangat punya kans. Dari kiper hingga striker, semuanya berlapis bintang. Namun, skuad bertabur bintang tak selalu jadi faktor kunci di Benua Biru.
Pertanyaannya, apakah kehadiran Messi akan membuat DNA PSG menjadi jawara Eropa? Berikut lima asalasan mengapa kehadiran Messi tidak otomatis membuat PSG menjuarai Liga Champions Eropa musim 2021/2022:
1. Skuad Bintang Tak Jaminan
Bayern Munich pernah dalam fase ‘FC Hollywood’ dan Real Madrid di era ‘Galacticos’. Setelah itu ada pula masa ‘perang bakar duit’ dari klub-klub kaya baru: Chelsea dan Manchester City. Namun semua itu butuh proses untuk berprestasi.
Skuad berlapis bintang, seperti kini dibentuk PSG, sama sekali tak menjamin gelar juara Liga Champions Eropa. Begitu halnya Messi, diyakini tak akan langsung memberi dampak signifikan pada musim pertamanya jika resmi bergabung.
2. Harmonisme Butuh Waktu
Saat Barcelona juara Liga Champions Eropa pada 2009, 2011, dan 2015, punya satu kesamaan. Semuanya tercipta lewat proses yang sama. Messi sebagai ujung tombak dalam formasi 4-3-3, baru juara setelah melewati musim pertama.
Thierry Henry, Pedro Rodriguez, dan Neymar, tak langsung meraih gelar tertinggi Eropa tersebut pada musim pertamanya. Mereka butuh proses sekitar satu hingga dua musim hingga harmonisme tim tercipta. PSG dengan Messi pun kiranya demikian.
3. Pochettino Belum Terbukti
Sepanjang karier melatihnya sejak 2009, Mauricio Pochettino belum terbukti saat melatih tim bertabur bintang. Sebelum melatih PSG mulai 2 Januari 2021, pelatih asal Argentina ini tak pernah meraih gelar juara. Catatan terbaiknya hanya runner-up.
Kini, PSG kehadiran banyak bintang dengan ego yang besar. Selain Messi yang belum resmi, ada Mauro Icardi, Kylian Mbappe, Neymar, dan Arnaud Kalimuendo yang bersaing. Hal ini membuat Pochettino harus bijak menentukan pilihan agar tak timbul gesekan.
4. Hidup Glamor
Mantan pemain PSG, Thomas Meunier mengungkapkan, gaya hidup di Paris sangat glamor. Ada banyak pesta yang dibuat pemain dalam setiap pekannya. Pesta-pesta ini berlangsung privat hanya untuk kalangan dengan jumlah tertentu.
“Itu hanya mencerminkan klub: sewa istana, sewa gedung, pesta dengan ratusan orang. Saat itulah Anda melihat bahwa mereka lebih dari sekadar pesepakbola; mereka bintang. Saya bersenang-senang tetapi semuanya agak berlebihan,” katanya kepada RTBF.
5. Performa Mulai Menurun
Saat ini Messi sudah berusia 34 tahun. Walau masih bersinar dan punya sihir, permainannya sudah tidak setajam era jayanya. Kini Messi main lebih sederhana dan tak terlalu banyak berlari. Ia kadang jadi pengatur permainan.
Hal sama dialami Cristiano Ronaldo, rival Messi saat di Liga Spanyol. Selepas dari Madrid pemain asal Portugal ini belum bisa menyumbang gelar Liga Champions Eropa untuk Juventus. Messi pun diyakini butuh waktu untuk mengukir prestasi. ***(abd/jun)