KEBIJAKAN Pemerintah Daerah Kabupaten Alor mengenai pembangunan Pasar Kadelang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pro dan kontra terkait kebijakan Pemerintah merupakan hal yang lumrah. Kita semua pasti mengamini pembangunan (baik SDM maupun infrastukrtur) sebagai prasyarat pendukung kemajuan suatu daerah.
Namun, dalam proses pembangunan Pasar Kadelang, ada beberapa hal yang menjadi sorotan publik misalnya mengenai transparansi dana penyewaan lahan sementara untuk para pedagang Pasar Kadelang yang direlokasi sebesar Rp. 865 juta, keputusan dinas terkait yang merelokasi para pedagang ke Pasar Lipa, dan juga mengenai keterbukaan informasi publik mengenai Pembangungan Pasar Kadelang.
Menyikapi relokasi pedagang Pasar Kadelang ke Pasar Lipa membuat para sopir angkot melakukan aksi protes ke Pemerintah Daerah karena dampak buruk yang mereka rasakan yakni pendapatan yang menurun. Aksi protes tersebut dilakukan pada hari Rabu, 9 Juni 2021di Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Alor.
Penolakan relokasi 753 pedagang ke Pasar Lipa Kalabahi juga berakibat pada aksi demontrasi yang dilakukan oleh beberapa OKP (Nasional dan Daerah) yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Peduli Pedagang (GEMPPA) pada hari Kamis, 10 Juni 2021 untuk menuntut penghentian proses relokasi pedagang Pasar Kadelang ke Pasar Lipa, segera menyiapkan lokasi yang layak untuk pedagang, menertibkan pembagian tempat bagi pedagang yang sudah berada di lokasi dan meminta transparansi APBD 2021 tentang relokasi lokasi sewa lahan.
Demonstrasi awalnya berjalan damai, namun ketegangan semakin memuncak ketika massa aksi mendesak untuk bertemu dengan Bupati Alor untuk melakukan dialog terkait polemik yang terjadi. Akhirnya, benturan dengan aparat kepolisian dan Satpol-PP tidak dapat dibendung tatkala massa aksi memaksa untuk masuk dan bertemu dengan Bupati Alor.
Point penting yang patut diperhatikan adalah sejauh mana aparat kepolisian dan Satpol-PP mengikuti standar pengamanan aksi demontrasi. Tindakan represifitas dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian dan Satpol-PP menunjukan bahwa diduga telah terjadi pelanggaran hukum dan HAM. Padahal aksi demontrasi sendiri dijamin oleh UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 25 “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Maka, dugaan tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan Satpol-PP terhadap massa aksi GEMPPA perlu diusut dan ditindak secara tegas. Menurut Peraturan Kapolri No.7 tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum pasal 28 huruf a “Dalam melakukan upaya dan tindakan, aparat harus menghindari tindakan-tindakan yang spontanitas dan emosional berupa pengejaran, membalas tindakan, menangkap dengan tindakan kekerasan dan menghujat”.
Selanjutnya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk merehabilitasi Pasar Kadelang sehingga para pedagang perlu untuk direlokasi ke suatu tempat sembari menunggu pembangunan Pasar tersebut selesai. Namun, kebijakan untuk merelokasi 753 pedagang ke Pasar Lipa Kalabahi dinilai kurang efektif. Namun, kita perlu meminta hasil kajian pemerintah daerah terkait alasan merelokasi para pedagang ke Pasar Lipa Kalabahi ketimbang menyewa lahan kosong dengan anggaran Rp. 865 Juta yang sudah disepakati oleh DPRD Kab. Alor.
Selain itu, semua masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kebijakan daerah. Wajar saja jika proses pembangunan Pasar Kadelang dan relokasi pedagang Pasar Kadelang ke Pasar Lipa Kalabahi perlu disosialisasikan sesuai dengan hasil kajian pemerintah daerah yang diwakili oleh dinas terkait. Penolakan yang dilakukan oleh pedaganag dan massa aksi GEMPPA merupakan tindakan yang berdasarkan hukum, berdasarkan UUD 1945 pasal 28 F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Setidaknya semua kebijakan yang memberi dampak pada masyarakat perlu untuk diketahui bersama.
Setidaknya, dalam menjamin keberhasilan sasaran rehabilitasi (Pasar Kadelang) dan untuk menghindari penyimpangan lainnya maka dianggap perlu jika pemerintah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dengan 4 prinsip utama yakni transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan penegakan hukum.
Harapannya Pemerintah Daerah dan DPRD Kab. Alor dapat bekerja sama sesuai dengan tupoksinya masing-masing demi kesejahteraan masyarakat. Tidak kemudian menciptakan konflik kepentingan yang menjadikan birokrasi yang notabene sebagai organisasi publik yang melayani masyarakat menjadi birokrasi yang statis dan kekuatan yang anti demoktasi. Rakyat harus ditempatkan sebagai subjek yang dijamin semua haknya, mudah mendapatkan informasi dan transparansi dalam penyelenggaran birokrasi.
Berdasarkan hasil kajian di atas, maka kami dari Mahasiswa Alor Yogyakarta menyatakan sikap:
- Mengusut dan Menindak Tegas Aparat Kepolisian dan Satpol-PP yang melakukan tindakan Kekerasan terhadap massa Aksi GEMPPA.
- Mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD Kab. Alor untuk Menyelesaikan Persoalan Pembangunan Pasar Kadelang
Yogyakarta, 15 Juni 2021
Mahasiswa Alor Yogyakarta