Oleh: Rivka Mayangsari*)
Persatuan elemen masyarakat adalah kunci utama dalam memberantas radikalisme. Memberantas radikalisme membutuhkan upaya kolektif dan komprehensif dari seluruh elemen masyarakat. Direktur Pengendalian BPIP, Mukhammad Fahrurozi menuturkan Indonesia sedang menghadapi berbagai isu yang kompleks, mulai dari politik identitas hingga korupsi dan narkoba. Sikap intoleransi adalah akar dari masalah radikalisme dan terorisme. Intoleransi yang terus berlangsung dapat mengarah pada ekstrimisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial masyarakat.
Radikalisme dapat muncul dari berbagai faktor, seperti masalah ekonomi atau pendidikan yang belum memadai, serta kurangnya pemahaman tentang ideologi Pancasila. Sehingga peran dari aparat keamanan dalam mengurangi radikalisme dan terorisme sangat besar. Pasalnya, terorisme tidak hanya merugikan individu dan masyarakat, tetapi juga merusak fasilitas umum dan negara.
Kasat Binmas AKP Ashari Lumuan dalam penyuluhannya terkait pencegahan penyebaran intoleransi, radikalisme dan terorisme di kalangan generasi muda menuturkan agar generasi muda menjauhi paham radikalisme. Jangan sampai kalangan pelajar terpengaruh dengan paham-paham radikal, karena paham radikal bisa merusak dan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih penyebaran paham radikalisme, saat ini marak disebarkan melalui media digital seperti media sosial dengan sasaran kalangan anak-anak muda, khususnya pelajar.
Para pelaku terorisme seringkali memiliki pemahaman yang keliru, menganggap tindakan kekerasan sebagai jihad dan jalan menuju surga, padahal itu sebenarnya merupakan tindakan menyimpang yang membahayakan.
Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Islam MUI, Tojo Una Una Mohamad Hamdi mengatakan Islam adalah agama yang menjadi rahmat, menjunjung tinggi serta menyayangi harkat dan martabat manusia, baik dalam kondisi damai maupun dalam pertikaian. Salah satu langkah yang perlu dilakukan komponen bangsa kususnya generasi muda adalah dengan mempelajari agama secara baik dan benar, sebab salah atau tidak memahami ajaran agama, menjadi pintu masuk paham radikal.
Rektorat UIN Alauddin, Prof H Hamdan Juhannisyang mengimbau agar bersikap dan memaknai agama sebagai aspek historisitas. Memahami agama tidak hanya berdasarkan pada luarnya saja, simbol-simbol yang dipakai untuk beribadah hanyalah kulut, yang isi adalah hari untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Terdapat tiga extraordinary crime di Indonesia yaitu narkoba, korupsi dan terorisme. Dampak dari ketiga kejahatan besar ini dapat merusak integritas dan masa depan bangsa serta membunuh nilai-nilai kemanusiaan. Secerdas apapun seseorang jika sudah kecanduan maka sifatnya berbahaya, begitu halnya dengan ekstrimisme, intoleransi, terorisme juga merupakan doktrim yang membuat kecanduan.
Tim Da’i Polri dalam Operasi Madago Raya menyampaikan pesan yang diantaranya, agar tokoh masyarakat dapat membantu Polri dalam mencegah penyebaran paham radikalisme dan intoleransi. Pentingnya menjaga persaudaraan, persatuan, dan kesatuan antar warga. Hal ini dapat dilakukan dengan saling menghormati perbedaan dan menjalin komunikasi yang baik antar sesama. Dan mendorong tokoh masyarakat lainnya untuk aktif dalam membentengi generasi muda dari pengaruh paham-paham yang menyesatkan. Peran remaja masjid yang selama ini memberikan kontribusi positif terhadap generasi muda perlu terus ditingkatkan.
Di samping itu, Ketua Aliansi Masyarakat Muda Anti Radikalisme (AMMAR) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Anggit mengatakan banyak kegiatan dibungkus dengan keagamaan namun pada intinya bertujuan untuk memecah belah masyarakat dan umat Islam, yang berpotensi merusak budaya dan dasar-dasar negara kita Pancasila. Hal tersebut berpotensi mengganggu dan merusak kerukunan antara sesama anak bangsa khususnya di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi toleransi karena kebinekaannya.
AMMAR dengan tegas menyatakan 5 sikapnya yaitu pertama, menolak dan melawan radikalisme, terorisme dan intoleransi yang semakin masif berkembang dan berkamuflase dalam sayap politik. Kedua, waspada terhadap isu propaganda 100 tahun kebangkitan khilafah yang mengancam ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketiga, mendukung pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan upaya pencegahan dan penindakan hukum terhadap kelompok yang terlibat dalam penyebaran paham ideologi transnasional khilafah, radikalisme dan terorisme.
Keempat, mengimbau kepada masyarakat untuk mempererat nasionalisme kebangsaan, agama dalam bingkai Pancasila demi menjaga kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Dan kelima, mengajak seluruh masyarakat Yogyakarta untuk mewujudkan Yogyakarta yang damai, toleran dan inklusif, anti khilafah dan anti radikalisme.
Terorisme tidak hanya merugikan individu dan masyarakat, tetapi juga merusak fasilitas umum dan negara. Sinergi dan kolaborasi yang kuat antara kedua pihak menjadi kunci dalam menjaga stabilitas keamanan dan mencegah masuknya paham-paham radikalisme dan intoleransi. Persatuan menjadi kunci utama dalam memerangi ancaman berbahaya ini. Persatuan bagaikan benteng kokoh yang melindungi bangsa dari rongrongan radikalisme.
Untuk mencegah masuknya paham radikalisme diperlukan rasa persaudaraan antar masyarakat. Di antaranya meningkatkan rasa saling menghargai, mempererat persaudaraan, hingga menyosialisasikan tentang kewaspadaan terhadap radikalisme.
Ketika elemen masyarakat bersatu, terjalin sinergi kuat yang mampu menangkal ideologi ekstrem dan membangun ketahanan nasional. Dengan bersatu, kita dapat membangun benteng kokoh yang melindungi bangsa dari ideologi ekstrem dan mewujudkan Indonesia yang damai, sejahtera, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Mari kita bergandengan tangan, bahu membahu, dalam memerangi radikalisme dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi bangsa.
*) Pengamat Terorisme