BADAN Pusat Statistik (BPS) akan gelar Sensus Pertanian 2023 (ST2023) pada tanggal 1 Juni-31 Juli 2023 mendatang dan serentak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan ini berangkat dari arahan Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Mei 2023 bahwa Pelaksanaan Sensus Pertanian tahun 2023 harus mendapatkan data yang akurat sebab data ini sangat diperlukan untuk memutuskan sebuah kebijakan yang tepat di sektor pertanian. Apalagi sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan bangsa.
Tema yang diangkat dalam sensus pertanian 2023 ini adalah “Mencatat Pertanian Indonesia Untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”. Sensus pertanian tahun 2023 adalah sensus pertanian yang ke-7 setelah sensus pertama kalinya diadakan pada tahun 1963. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik, penyelenggaraan sensus dilakukan setiap 10 tahun sekali, termasuk sensus pertanian pada setiap tahun berakhiran angka 3 (tiga).
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa tujuan dibalik pelaksanaan sensus pertanian ini? Apakah sekadar mengumpulkan data untuk diolah kemudian dijadikan sebagai data statistik semata atau hasil dari sensus ini memiliki dampak riil dalam peningkatan taraf ekonomi masyarakat lewat perumusan kebijakan yang diambil pemerintah? Tentu semua kembali pada ikhtiar pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek politik tertinggi.
Serapan Tenaga Kerja
Jika mengacu pada data BPS tahun 2022, sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2022, lapangan kerja di sektor pertanian akan positif dengan sebaran sebesar 29,96% dari penduduk yang bekerja atau sekitar 1,86 juta orang per tahun. Sementara itu, tingkat pengangguran pada tahun 2022 mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu masih sebesar 6,26% pada Februari 2021 dan turun menjadi 5,83% pada tahun 2022.
Di sisi lain, Nilai Tukar Petani (NTP) dalam setahun juga meningkat, dengan NTP mencapai 108,46 atau lebih tinggi pada April 2022, dibandingkan hanya 102,93 pada April 2021. Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) April 2022 menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan NTUP April 2021 yang hanya mencapai angka 103,55. Sedangkan NTUP pada tahun 2022 mencapai 108,64. Namun, baik NTP maupun NTUP secara bulanan mengalami penurunan.
Kesejahteraan Petani
Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu visi dan misi pembangunan pertanian untuk mencapai swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan petani. Selama ini tingkat kesejahteraan petani hanya dapat diukur dengan nilai tukar petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP), tingkat kemiskinan pedesaan dan koefisien gini pedesaan. Konsep Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio perbandingan antara indeks yang diterima petani (IT) dengan indeks yang dibayar petani (IB), dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Hal ini merupakan indikator kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan usaha pertaniannya dan dianggap kurang mencerminkan kesejahteraan petani karena keterbatasan perhitungan dengan menggunakan output tetap yang hanya mengasumsikan perubahan harga.
Melansir data BPS pada akhir tahun 2022 dari November sampai Desember terjadi kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), angkanya 105,1. Besaran NTP ini tentu mengalami kenaikan 1,11% dari bulan November ke Desember 2022. Tak ayal, sektor pertanian pun memberikan kado istimewa memasuki tahun 2023. Petani meraup untung cukup tinggi dari hasil panennya.
Oleh karena itu, melihat perkembangan NTP dan NTUP ini tentu dapat disimpulkan bahwa kinerja sektor pertanian benar-benar sebagai bantalan ekonomi nasional. Mengapa demikian? karena tahun 2022 merupakan tahun yang diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 diperkirakan 4,1% dari level 5,5% perkiraan sebelumnya.
Artinya, upaya meningkatkan kesejahteraan petani di tahun 2022 adalah pekerjaan yang sulit untuk diwujudkan. Setelah diterpa Covid 19, dunia diterpa dampak dari konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan pasokan pangan dan bahan baku pupuk mengalami kelangkaan. Belum lagi, terjadi kenaikan harga BBM yang berdampak langsung pada petani.
Manfaat Sensus Pertanian
Meski masih banyak pendapat dari pengamat pertanian dan ekonomi yang menilai NTP kurang tepat untuk menakar tingkat kesejahteraan petani, tapi NTP dan NTUP hingga saat ini masih menjadi satu-satunya alat ukur yang digunakan BPS dalam menghitung tingkat kesejahteraan petani.
Program sensus pertanian 2023 ini, tentu memiliki dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Hal ini dikarenakan dengan sensus dan pengumpulan data lah pemerintah dapat merumuskan kebijakan sesuai kebutuhan petani dan pelaku usaha pertanian.
Sensus pertanian juga bukan hanya proyek garapan Badan Pusat Statistik (BPS) semata, akan tetapi lebih daripada itu yakni pengumpulan data yang berkualitas. Dengan data yang berkualitas inilah kebijakan yang berkualitas dapat direalisasikan secara baik.
Tantangan Sensus Pertanian
Untuk mendapatkan hasil sensus sektor pertanian yang berkualitas guna mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani di Indonesia, beberapa tantangan perlu diatasi. Salah satunya adalah belum adanya pengelolaan data pangan berbasis kebijakan yang mengakibatkan kurangnya koordinasi antar departemen instansi pemerintah terkait. Selain itu, kelembagaan di tingkat petani perlu diperkuat untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.
Tantangan lain yang masih menghadang adalah infrastruktur pertanian yang belum memadai, ketersediaan dan keterjangkauan harga produksi pangan, serta biaya pupuk, pestisida, upah buruh, dan barang modal pertanian yang terus meningkat menjadi tantangan besar yang menggerus pendapatan dan kesejahteraan petani. Semua tantangan ini perlu disikaapi secara serius dengan pendekatan birokrasi yang terintegrasi secara holistik dengan masalah di lapangan agar lingkungan yang kondusif bagi pertanian berkelanjutan dapat tercapai. Ikhtiar ini penting sebagai upaya serius dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan memastikan ketersediaan pangan yang mencukupi bagi masyarakat.
Terakhir, yang perlu disorot juga ialah masalah digitalisasi di sektor pertanian. Hal ini juga penting sebab di era disrupsi seperti saat ini, kehadiran teknologi digital pertanian sekiranya dapat menghubungkan petani langsung dengan konsumen dapat mempersingkat rantai pasok. Jika tidak demikian, maka ketergantungan para petani pada tengkulak akan terus terjadi. Dan Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menentukan harga produsen. Ini juga menjadi tantangan sekaligus PR besar yang harus dipikirkan jalan keluarnya oleh pemerintah.
Semoga sekiranya lewat sensus pertanian 2023 ini, big data yang terkumpulkan dapat ditabulasikan secara digital dalam bentuk program kerja modern yang menyasar langsung sektor riil kebutuhan usaha pertanian di Indonesia. Petani berdaulat, Indonesia makmur!