Proyek Bak Air Rp 500 Juta Lebih di Desa Kaera Mangkrak, Mahasiswa Pantim Lapor IRDA

Kelompok mahasiswa Gerakan Mahasiswa Pantar Timur usai audiens menyerahkan pernyataan sikap kepada Sekretaris IRDA, Romelus Djobo

KALABAHI, WARTAALOR.com – Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pantar Timur (GEMPARTI) mendatangi Kantor Inspektorat Daerah (IRDA) Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu, (10/11/21). Mereka datang dengan maksud melaporkan kasus proyek pekerjaan pembangunan 2 buah bak penampungan air minum di Desa Kaera Kecamatan Pantar Timur yang diduga mangkrak.

Proyek dengan sumber anggaran dana desa tahun 2020 senilai Rp 548.000.000 itu hingga saat ini tak kunjung selesai pembangunannya. GEMPARTI menduga ada penyelewengan anggaran dalam pekerjaan itu.

Bacaan Lainnya

Usai melaporkan, GEMPARTI melakukan audiens dengan Sekretaris IRDA, Romelus Djobo sekaligus meminta segera audit pengelolaan dana desa oleh Kepala Desa Kaera, Ariston Illu.

“Gerakan Mahasiswa Pantar Timur mendesak Kepala Inspektorat Daerah Kabuapten Alor untuk melakukan audit terhadap Kepala Desa Kaera. Gerakan  Mahasiswa Pantar Timur mendesak Kepala Inspektorat Daerah Kabuapten Alor agar memanggil Kepala Desa Kaera untuk melunasi upah tukang yang sampai sekarang belum dibayar. Gerakan Mahasiswa Pantar Timur meminta Inspektorat Daerah Kabuapten Alor agar ada kerjasama dengan Kejaksaan Negeri Kalabahi untuk mengaudit Kepala Desa Kaera. Serta Gerakan Mahasiswa Pantar Timur juga memberikan waktu 7 X 24 jam/selama satu minggu untuk mengungkap persoalan ini,” demikian empat poin tuntutan GEMPARTI dalam pernyataan sikap saat dibacakan dihadapan Sekretaris IRDA, Romelus Djobo.

Dasar pemikiran pernyataan sikap tertulis yang ditekan Ketua Onesius Il Olang dan Sekretaris Titus Teli Igal, GEMPARTI menguraikan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Hal tersebut berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

GEMPARTI menjelaskan, desa juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Karena itu hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.

“Desa dalam arti umum juga dapat dikatakan sebagai permukiman manusia yang letaknya di luar kota. Dan penduduknya bermata pencaharian dengan bertani atau bercocok tanam maka sudah sempantasnya dana desa yang ada harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” urai GEMPARTI.

GEMPARTI melanjutkan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang mana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jika dilihat dari peraturan yang ada maka dana desa harus dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat.

“Dana Desa sendiri adalah salah satu pendapatan desa. Bahkan banyak desa di Indonesia yang sebagian besar pendapatannya bergantung dari alokasi Dana Desa. Menurut PP No.60 Tahun 2014 yang dimaksud dengan Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat,” jelas GEMPARTI.

GEMPARTI menandaskan, dilihat dari permasalahan dana desa yang ada, maka dapat kami uraikan bahwa adanya dugaan penyelewengan dana desa di Desa Kaera Kecamatan Pantar Timur Kabupaten Alor pada Tahun Anggaran 2020. Dimana Pemerintah Pusat mengaloksikan anggaran sebesar Rp 548.000.000. Menurut GEMPARTI, anggaran tersebut kemudian Kepala Desa Kaera, Ariston Illu merencanakan pembangunan 2 buah bak penampung air minum.

“Didalam perencanaan, kepala desa juga melibatkan masyarakat. Sehingga pada kesimpulannya semua masyarakat bersepakat membangun bak penampungan air minum,” katanya.

Dari data yang diperoleh GEMPARTI, ternyata pekerjaan 2 buah bak tersebut, satunya selesai dikerjakan sedangkan satunya lagi dititik lokasi pusat kampung belum. Padahal, sesuai kalender kerja yang ada seharusnya pekerjaan tersebut selesai 90.  GEMPARTI juga menemukan upah tenaga kerja juga belum dibayar kepala desa hingga saat ini. ***(joka)

Pos terkait