Kalau Benar Tidak Tahu Proses Lelang Proyek, Enny Anggrek Minta Pj Bupati Alor Beri Sanksi Anak Buahnya

KETERANGAN FOTO: Mantan Ketua DPRD Kabupaten Alor periode 2019-2024, Enny Anggrek foto dengan Pj Bupati Alor Zeth Soni Libing saat pelantikan Zeth Soni Libing sebagai Pj Bupati Alor di Kupang tahun lalu

Kalabahi, wartaalor.com – Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor periode 2019-2024, Enny Anggrek angkat bicara soal dinamika penghentian proses pelelangan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2025 sebesar kurang lebih Rp 32 Miliar. Enny Anggrek heran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025 belum ditetapkan, tetapi bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Kabupaten Alor sudah melakukan pelelangan tanpa koordinasi DPRD.

Enny menduga, ada kongkalikong bersama untuk menangkan pihak tertentu dalam proses lelang proyek sehingga ULP nekat tabrak aturan.

Bacaan Lainnya

“Sebagai mantan Ketua DPRD polemik untuk tender proyek-proyek di Kabupaten Alor diduga terindikasi KKN ataupun pesan sponsor dan kongkalikong dengan persengkokolan secara bersama untuk menangkan oknum tertentu walaupun tabrak aturan. Seperti hari-hari kemarin waktu saya Ketua DPRD pembantu toko jadi Kuasa Direktur Proyek 8,3 M”, tegas Enny Anggrek kepada wartawan melalui pesan whatsapp, Sabtu, (21/12/24) siang.

Enny Anggrek yang juga Ketua DPC PDI-P Kabupaten Alor ini menegaskan, sikap DPRD dengan membatalkan proses tender DAK merupakan langkah tepat. Apalagi, menurut Enny, hal ini bukan saja karena belum penetapan APBD tahun 2025, tetapi juga masa transisi antara Pj Bupati dan Bupati dan Wakil Bupati terpilih.

“Terjadi DPRD Alor membatalkan tender yang sudah dilelang bisa saja karena belum di ketok pengesahan APBD TA.2025, apalagi ini masa transisi Pj Bupati dan Bupati terpilih”, ujarnya.

Enny menilai, pemerintah daerah dalam hal ULP terlalu tergesa-gesa melakukan pelelangan. Jika berlandaskan surat Kementerian PUPR, menurut  Enny keliru karena surat tersebut bersifat biasa dan setiap tahun ada sejak Ia masih menjabat Ketua DPRD.

“Berdasarkan surat Kementerian PUPR setiap tahun selalu ada tapi tidak di tindak lanjut, kenapa harus tergesa saat ini di TA.2025 yang APBD nya belum di tetapkan? Jika ada kordinasi ataupun penyampaian/ pemberitahuan pemerintah terhadap DPRD bisa saja, karena urgen dan lain-lain, sehingga DPRD juga mengetahui sehingga bermitra yan baiklah”, tandasnya.

Enny Anggrek bahkan menduga, pelelangan ini terindikasi untuk kepentingan tertentu untuk memperkaya diri pihak-pihak tertentu. Sehingga ketika DPRD meminta penjelasan pemerintah daerah dalam rapat paripurna Banggar dan TAPD mereka tidak bisa menjelaskan secara detail.

Enny Anggrek menegaskan, eksekutif dan legislatif adalah mitra, sama-sama unsur penyelenggara pemerintahan. Sehingga dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan harus saling koordinasi agar tidak terkesan ada kongkalikong.

Ia juga singgung, Kepala ULP Alor Yoan Djahari yang memakai baju kaos saat rapat paripurna bersama Banggar.

“Mereka tidak mampu menjawab dalam sidang DPRD apalagi hadir di ruang sidang dengan memakai kaos yang tidak menghargai lembaga dewan yang terhormat, sebenarnya sesuai Peraturan Presiden maupun LKPP RI untuk proses lelang dapat di lakukan tapi penandatangan kontrak setelah DPA disahkan, tapi harus berkordinasi dengan DPRD apalagi ini masa transisi pergantian bupati/ wakil bupati periode 2024- 2029 pada tanggal 10 Februari 2025, dan Pj Bupati berakhir 7 Februari 2025″, tegasnya.

Enny Anggrek kembali menegaskan, DPRD punya tanggung jawab sebagai fungsi anggaran, pengawasan. Maka harus ada kordinasi yang baik, sehingga tidak ada dusta diantara kita, antara DPRD dan Pemerintah, begitu juga kita menjaga hak dari bupati dan wakil bupati Alor terpilih.

Berkaitan dengan tidak adanya transparansi pembangunan 3 ruas jalan, Aloindon- Ilawe, Kabir- Pandai, Boloang- Latuna dengan angka gelondongan 31.766.020.000, yang seharusnya di tanya DPRD dalam rapat paripurna adalah rincian atau nilai setiap ruas.

“Aneh kan pengumuman lelang mereka mengetahui angka setiap ruas jalan, tapi di tanya DPRD pada diam. Ini yang dinamakan bisa terindikasi persengkokolan mark up setiap ruas jalan jika tidak transparansi. Apalagi Ketua TAPD maupun Pj Bupati mustahil tidak mengetahui pelelangan tersebut”, tegasnya.

Menurut Enny, jika benar Pj Bupati Alor Zeth Soni Libing tidak mengetahui proses pelelangan maka harus dikenakan sanksi atau hukuman disiplin terhadap anak buahnya yang kerjanya amburadul.

“Ini kadis juga kepala ULP berani-berani proses lelang tanpa kordinasi dengan PJ Bupati atau Ketua TAPD? Jika benar Pj Bupati tidak tau maka harus dikenakan hukuman disiplin   terhadap kinerja yang amburadul”, tegasnya.

Dia menambahkan, jika ketakutan saling lempar melempar kesalahan maka diduga kongkalikong mark up nilai pekerjaan 9 M bisa jadi 11 M ataupun 6 M bisa jadi 8 M. Apalagi belum tender sudah negosiasi Si A kerja di Pantar 2 Paket dan Si B kerja di Ilawe.

“Jika kita kerja benar ikut aturan maka DPRD mendukung untuk kemajuan bagi kepentingan rakyat. DPRD itu fungsi pengawasan dan anggaran jadi bukan salah melangkah lalu minta negosiasi dan lain-lain”, pungkasnya.

Sebelumnya, dikutip dari berita TIMORDAILYNEWS.COM Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor minta Pemerintah Kabupaten Alor dalam hal ini Bagian ULP Setda Alor untuk menghentikan proses tender atau pelelangan DAK sekitar Rp32 Miliar untuk tahun anggaran 2025.

DPRD mempertanyakan mengapa belum ditetapkan Perda APBD tahun anggaran 2025, namun paket proyek infrastruktur jalan tersebut telah dilakukan pelelangan atau proses tender.

Ketua DPRD Kabupaten Alor, Paulus Brikmar kepada Media pada Sabtu (21/12/2024) di Kalabahi, Ibu Kota Kabupaten Alor menjelaskan, DPRD Alor dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) bersama TPAD telah minta untuk menghentikan proses pelelangan atau tender DAK pekerjaan jalan tahun anggaran 2025 dengan nilai sekitar Rp32 Miliar.

Mengapa DPRD minta pemberhentian proses pelelangan itu, kata Brikmar, karena hingga saat ini belum ada penetapan Perda APBD Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2025 dan soal etika kemitraan. Dasarnya adalah Perundang-Undangan dan paling rendah adalah Perda.

“Pemerintah beralasan bahwa proses pelelangan yang dilakukan ini sesuai dengan surat edaran dari Kementerian PUPR dan atensi dari Kementerian Dalam Negeri. Namun tentu semuanya kembali kepada Peraturan Perundang-Undangan. Aturan perundangan paling rendah adalah Perda. Ini perda belum ada tetapi pelelangan sudah jalan,” ungkap Brikmar.

Menurut Brikmar, dirinya paham bahwa DAK bukan merupakan komponen APBD, namun dilustrasikan sebagai asupan tambahan oksigen bagi APBD dan untuk eksekusi ada peraturan perundangan. tentu hal ini jika dipaksakan nantinya akan menimbulkan interpretasi buruk dari masyarakat.

Brikmar yang juga Ketua PKB ini melanjutkan, menyangkut hal tersebut mestinya ada etika yang harus dijaga. Etika tersebut adalah harmonisasi dalam kemitraan antara Pemerintah dan DPRD, artinya perlu ada pemberitahuan kepada DPRD karena belum ada penetapan Perda APBD, sehingga semua dapat berjalan secara aturan perundangan.

“Kita lagi menunggu hasil asistensi anggaran yang saat ini sudah ditingkat pusat. Hasil asistensi ada baru dilakukan penetapan APBD dan Perda.Anggaran tahun 2025,” tandas Brikmar.

Perihal tentang proses pelelangan ini, tambah Brikmar, dirinya sudah melakukan komunikasi dan konfirmasi dengan PJ Bupati, DR. Drs. Zeth Soni Libing, M.Si dan jawaban PJ Bupati bahwa dirinya tidak mengetahui tentang teknis proses pelelangan tersebut.

“Intinya DPRD minta Pemerintah hentikan proses pelelangan itu, dan nanti dilakukan tender ulang, setelah penetapan APBD atau Perda APBD tahun 2025 sudah ada,” tegas Brikmar.

Berkaitan dengan permintaan penghentian proses pelelangan ini, PJ Bupati Alor yang dihubungi Wartawam lewat pesan WA pada Sabtu (21/12/2024) sore namum belum meresponnya.

Demikian pula, Kepala ULP Setda Kabupaten Alor, Yoan Djahari yang dihubungi juga belum merespon WA Wartawan. ***(joka)

Pos terkait