Masyarakat Indonesia telah lama menunjukkan sikap tegas dalam menolak penyebaran ideologi radikal. Suara keras dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk pemimpin agama, akademisi, aktivis, dan masyarakat umum, terdengar di seluruh negeri. Mereka menggarisbawahi pentingnya menjaga keberagaman sebagai fondasi kesatuan bangsa dan menolak segala bentuk ekstremisme yang dapat merusak keseimbangan sosial.
Pendidikan memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang toleran dan cerdas dalam menghadapi ancaman radikalisme. Melalui pendidikan, nilai-nilai pluralisme, toleransi, dan keadilan dapat ditanamkan dalam jiwa generasi muda. Program-program pendidikan yang mempromosikan pemahaman yang mendalam tentang agama, sejarah, dan budaya lokal membantu mengurangi ketidakpahaman yang seringkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal untuk merekrut pengikut.
Selain itu, kemajuan teknologi informasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam cara kita berinteraksi dengan dunia maya. Namun, di tengah kemudahan akses informasi yang ditawarkan oleh internet, terdapat ancaman yang perlu diwaspadai, yaitu penyebaran konten radikalisme. Dalam menghadapi tantangan ini, masyarakat Indonesia menunjukkan sikap tegas untuk menolak penyebaran radikalisme, didukung oleh imbauan dan upaya pemerintah yang terus menerus.
Direktur Pencegahan BNPT, Irfan Idris, menegaskan bahwa konten radikalisme tidak boleh dibiarkan merasuk dan merusak pikiran masyarakat, terutama generasi muda yang rentan terpengaruh. Dalam upaya memerangi penyebaran konten radikalisme, BNPT berkomitmen untuk bersinergi dengan semua pihak, termasuk masyarakat, dalam menyuarakan nilai-nilai kebangsaan dan menjaga persatuan serta kesatuan bangsa.
Sebuah data yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa sepanjang periode Juli 2023 hingga Maret 2024, terdapat 5.731 konten terkait radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di dunia maya yang telah dihapus atau diputus aksesnya. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengatakan selain memantau dan menangani konten yang mengandung unsur radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di berbagai platform digital. Media sosial juga menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten-konten yang mengandung unsur ekstremisme, radikalisme, dan terorisme.
Guna menekan penyebaran konten terkait radikalisme di ruang digital, Budi Arie mengatakan, pemerintah menjalankan beberapa langkah pencegahan. Langkah pencegahan yang dimaksud yakni meningkatkan literasi digital masyarakat serta mendorong masyarakat melakukan cek fakta dan melaporkan konten yang merugikan melalui kanal aduankonten.id. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menindaklanjuti laporan dari kementerian dan lembaga lain seperti Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan TNI tentang penyebaran konten terkait radikalisme, terorisme, dan ekstremisme.
Tindakan preventif seperti penghapusan konten-konten berbahaya tersebut adalah langkah awal yang penting, tetapi peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan dalam menekan penyebaran radikalisme di dunia maya. Pendidikan tentang pentingnya literasi digital dan kritisisme terhadap informasi yang diterima perlu ditingkatkan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat umum.
Agama-agama di Indonesia seringkali menjadi target bagi gerakan radikal. Namun, para pemimpin agama telah membuktikan diri sebagai penjaga perdamaian dan pemersatu. Mereka menekankan ajaran-ajaran universal kasih sayang, perdamaian, dan kerukunan antarumat beragama. Melalui khotbah, ceramah, dan program-program sosial, para pemimpin agama membimbing umatnya untuk menolak narasi radikal dan memilih jalan dialog dan toleransi.
Dalam menghadapi tantangan ini, tidak hanya pemerintah dan lembaga keamanan yang berperan, tetapi juga media massa dan masyarakat umum. Baru-baru ini, sebuah panggilan untuk menolak glorifikasi terhadap paham radikalisme datang dari seorang pengamat terorisme, Hamli. Dia menyoroti pentingnya peran media massa dalam menyebarkan informasi yang benar dan tidak membesar-besarkan ideologi radikal.
Menurut Hamli, media massa memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan paham radikal terorisme kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi media massa untuk fokus pada pemberitaan yang mengenai permasalahan tersebut, bukan glorifikasi atau memberikan platform yang tidak seharusnya kepada ideologi-ideologi ekstrem. Dengan memberikan informasi yang jelas dan tidak sensasional, masyarakat dapat lebih memahami ancaman yang ada dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penyebaran paham radikalisme.
Selain peran media massa, Hamli juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyebaran paham radikal. Salah satu cara yang dia sebutkan adalah dengan tidak menjauhi individu yang terkontaminasi paham radikal, melainkan merangkul dan mengajak berdiskusi. Dia menekankan bahwa isolasi sosial hanya akan memperburuk situasi, sementara dialog yang baik dapat membuka kesempatan untuk memahami dan meredam paham radikal.
Dalam konteks pencegahan terorisme, partisipasi aktif media massa dan masyarakat sangat penting. Media massa dapat memainkan peran kunci dalam menyebarkan informasi yang akurat dan membangun kesadaran tentang bahaya radikalisme, sementara masyarakat perlu terlibat dalam memantau lingkungan sekitarnya dan memberikan dukungan sosial kepada individu yang terpengaruh.
Masyarakat Indonesia menolak dengan tegas penyebaran radikalisme dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan keadilan. Melalui pendidikan, keterlibatan aktif dalam membangun kesadaran sosial, dan kerja sama antarlembaga, mereka membangun pagar pertahanan yang kuat terhadap ancaman ideologi yang membahayakan. Keberagaman, sebagai kekuatan utama, dihargai dan dirayakan sebagai pondasi kesatuan dan keharmonisan bangsa. Dengan langkah-langkah ini, masyarakat Indonesia menegaskan komitmennya untuk membangun negara yang damai, inklusif, dan berkeadilan bagi semua warganya.
*Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia