BUYUNGTA, WARTAALOR.com – Lomboan Djahamou, seorang aktivis di Kabupaten Alor, NTT, menilai aparat Kepolisian Resor (Polres) belum menegakkan hukum secara adil dan bijaksana dalam menangani kasus-kasus yang dilaporkan masyarakat. Lomboan mengungkapkan itu menyusul ada sejumlah laporan polisi terhadap terlapor Ketua DPRD Enny Anggrek, SH yang diduga tidak ada penanganan hukum secara baik hingga saat ini.
Polres Alor menurut Lomboan, terkesan lebih cepat memproses laporan ‘orang besar’ ketimbang laporan masyarakat kecil. Sebab laporan dia terhadap Ketua DPRD Enny Anggrek atas surat Daftar Pencarian Orang (DPO) yang diduga palsu tidak ada kejelasan penanganan.
Lomboan menegaskan, bahwa mestinya semua orang itu sama di mata hukum sebagai panglima tertinggi, tetapi yang terjadi di kabupaten Alor tidak demikian.
“Saya minta kepada aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Resor Alor agar bersikap adil dan bijaksana. Kenapa jadi laporan ketua DPRD Alor, responnya koq cepat sekali. Bahkan laporan itu ada yang sudah dinaikkan ke kejaksaan, tetapi laporan saya terhadap Ketua DPRD koq prosesnya sudah sejauh mana..? Kita tidak tau. Perkembangan penyelidikan kasus ini sudah sejauh mana..?,” tegas Lomboan saat gelar Jumpa Pers di kediaman pribadi dibilangan Buyungta, Kelurahan Kabola Kecamatan Kabola, Minggu, (26/9/21).
Lomboan menuturkan, sebagai warga negara yang taat kepada hukum, dirinya siap hadir di Polres Alor pada Senin, (27/9/21) guna memenuhi panggilan polisi atas laporan Enny Anggrek. Menurut dia, sejauh ini sikap menghormati hukum sebagai panglima tertinggi sudah ia lakukan secara baik. Karena itu, dia berharap kepolisian juga harus bersikap adil dan seimbang dalam menangani kasus-kasus di Polres Alor.
Pemilik akun Facebook Ldj Xnapi ini menandaskan dirinya dilaporkan ke polisi oleh Ketua DPRD Alor Enny Anggrek sebanyak 10 laporan dan semuanya sudah ditindaklanjuti.
“Bahwa negara kita adalah negara yang berlandaskan hukum sebagai panglima tertinggi. Saya akan hadir untuk memenuhi panggilan polisi atas 10 laporan polisi yang dilaporkan oleh ketua DPRD Alor Enny Anggrek,” tandas Lomboan.
Menurut Lomboan, 10 laporan polisi Enny Anggrek itu ketika dirinya menyampaikan kritik baik melalui live streaming maupun postingan media sosial Facebook. Laporan polisi yang dilayangkan Enny Anggrek, demikian Lomboan, merupakan upaya-upaya pembungkaman kebebasan berdemokrasi khususnya kebebasan berpendapat di Kabupaten Alor.
“Itu adalah hak hukum bagi Ketua DPRD Alor. Saya hormati dan hargai dan bukti penghormatan saya kepada institusi polri, saya sudah ada di Alor dan siap memenuhi panggilan polisi. Saya juga menghimbau kepada adik-adik aktivis di Alor, saya merasa bahwa apa yang dilakukan Enny Anggrek adalah upaya-upaya pembungkaman kebebasan berdemokrasi, khususnya kebebasan berpendapat,” tandas Lomboan.
“Saya pada prinsipnya berterima kasih juga kepada media sosial Facebook yang juga turut memberikan platform untuk kita bisa menyampaikan pendapat melalui media sosial itu. Sehingga kita bisa memberikan pendapat kepada mereka yang menjabat jabatan publik. Itu sebabnya mereka wajib dikontrol,” tegas Lomboan menambahkan.
Menurut dia, dengan terus ada begitu banyak laporan polisi terhadap dirinya dari ketua DPRD Alor, ini menunjukkan bahwa ada kemunduran berdemokrasi bagi pejabat publik. Apalagi pejabat sekelas ketua DPRD.
“Saya bukan takut atas laporan-laporan, tetapi saya menyesal. Laporan polisi ini juga berdasarkan Perkapolri tentang restorasi justice, dimana ada ruang mediasi dan kami juga dipanggil untuk mediasi,” timpal Lomboan.
Dia menegaskan laporannya terhadap Enny Anggrek atas DPO yang diduga palsu tidak ada kejelasan dalam penanganan hingga saat ini. Menurut Lomboan, Enny Anggrek diduga dalang dibalik beredar surat DPO.
“Kenapa ketua DPRD yang sebarkan? Apakah dia (Enny Anggrek) itu jaringan interpol jadi harus dia yang duluan tahu. Kalau lah status DPO saya itu asli, tahapannya tidak pernah dilakukan oleh Polres Alor. Karena menetapkan seseorang menjadi DPO itu memang kewenangan kepolisian dan kejaksaan tetapi kewenangan ini disertai juga dengan syarat dan ketentuan. Nah… saya sendiri Polres Alor tidak pernah mengumumkan bahwa saya DPO,” tegas Lomboan.
Dengan demikian, lanjut Lomboan, kemungkinan DPO ini keabsahan tidak terpenuhi.
“Kemungkinan DPO ini dikeluarkan oleh Enny Anggrek adalah palsu, pertanyaannya dia dapat DPO dari mana? Ini kasus ini polisi harus ungkap dan kalau tidak masyarakat akan berpikir bahwa polres Alor bisa diatur. Jadi kalau saya tidak suka seseorang tinggal keluarkan DPO atas nama Polres,” tandasnya. ***(jk)